Ngehut dengan Pick Up di Thailand. Surya 6 juni 2016

Ngehut dengan Pick Up di Thailand. Surya 4 juni 2016

Ngehut dengan Pick Up di Thailand. Surya 6 juni 2016

Ngehut dengan Pick Up di Thailand

BEGITU menjejakkan kaki di Thailand, saya tahu keadaan akan berubah 180 derajat, setidaknya hingga lima bulan ke depan. Kami, mahasiswa Indonesia peserta PPL/KKN di Thailand, disebar diberbagai daerah di negeri gajah putih ini.

Kelompok kami dijemput para po’oh atau kepala sekolah, ustadz, atau guru pamong masing-masing dari Hotel Pattani untuk kemudian diantar ke sekolah penempa’tan yang tersebar dari Khrabi, Songkhla, Yala, Trang, Pattani, hingga perbatasan Malaysia di Narathiwat.

Saya sendiri ditempatkan di Wiengsuwanwittayakhom School, kabupaten paling selatan, di provinsi paling selatan Thailand, yaitu Kabupaten Waeng di Narathiwat, hanya beberapa jengkal dari Malaysia. Saya ditemani para ustadz
dan sopir sekolah. Perjalanan terasa sangat asing. Bahasa Indonesia sudah tak bisa dipakai lagi di sink Sebagai gantinya, mau tak mau kami harus berbahasa Thai dan Melayu.

Setiap satu kilometer, kami menjumpai askar atau tentara perbatasan. Hamparan hutan karet di kanan dan kiri jalan menjadi pemandangan yang harus kami biasakan.

Jalanan di Thailand sangat lebar, panjang, dan mulus. Tanpa macet dan semuakendaraan bisa ngebut, pengendara sepeda motor tanpa helm, dan para pelajar naik mobil pick up bak terbuka.

Ini hal baru bagi saya. Di Indonesia, mobil bak terbuka tak boleh dipakai untukmengangkut manusia. Namun, di sini justru mobil jenis ini menjadi moda transportasi favorit warga.

Mereka menjelaskan di Waeng tak ada angkot. Sebagai gantinya adalah taksi. Maksudnya mobil pick up dengan terpal penutup, mobil van, dan pick up.

Dan semua pelajar di sini pulang dan pergi sekolah bersama-sama naik pick up. Isinya pun tak tanggung-tanggung. 20 Orang diangkut sekali jalan.

Keamanan mereka juga tak jadi pertimbangan, yang penting sampai dan tak terlambat masuk kelas. Siswa seumuran SD pun diperbolehkan naik mobil pick up dan duduk belakang, menghadap ke jalan.

Tak bisa saya bayangkan jika ada yang terjatuh di jalur cepat seperti itu. Belum lagi, kalau yang naik mobil pick up mudah masuk angin seperti saya. Mungkin anak-anak Narathi¬ wat adalah pelajar tangguh. “Ya beginilah nasib pelajar Thailand,” ujar ustadz.

Butuh perjuangan besar untuk menuntut ilmu,Meski ada di daerah konflik sekali pun, mereka tetap ceria beribadah dan menuntut ilmu. Terima kasih mobil pick up, you pick them upsafely everyday.

(http://surabaya.tribun.news. com/2016/06/05/ngeri-nge-ri-sedap-ngebut dengan-pick-up-bak-terbuka-di-thailand)

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published.