Waspada Silent Killer Hipertensi Tanpa Keluhan Lebih Bahaya
BEBERAPA pasien yang berobat di poliklinik ternyata mengalami hipertensi tanpa ada keluhan. Akibatnya, mereka tidak mengetahui jika dirinya mengalami hipertensi.
Hal ini menjadi bom waktu hingga suatu kondisi seseorang telah mendapati dirinya mendapatkan komplikasi (penyakit penyulit) akibat tekanan darahnya yang tidak terkontrol. Hal ini lah yang menjadikan hipertensi menjadi salah satu penyakit yang terkategori“Silent killer”.
Di sisi lain, tak sedikit pasien hipertensi yang menganggap bahwa pusing dan nyeri kepala sebagai tanda jika tekanan darahnya sedang tinggi. Akibatnya, jika mereka tidak merasakan nyeri kepala maka mereka berfikir jika tensinya sedang normal.
Hal ini menjadikan mereka berinisiatif sendiri menghentikan pengobatan hipertensinya. Bahkan juga, mereka akan enggan untuk kontrol ke poliklinik karena menganggap tekanan darahnya normal sebab tidak merasakan pusing.
Ifa Mufida (Dokter Poliklinik Universitas Negeri Malang) menjelaskan. Persepsi-persepsi tersebut tidaklah benar. Karena pemeriksaan hipertensi harus dilakukan secara objektif. Yakni dengan pengukuran secara rutin menggunakan tensimeter.
Hipertensi mempunyai makna secara bahasa adalah tekanan darah tinggi. Berdasar definisi, hipertensi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah sistolik lebih atau sama dengan 140 mmHg dan atau tekanan darah diastolik lebih atau sama dengan 90 mmHg.
Banyak kondisi pasien bahkan dalam kondisi hipertensi urgensi yakni tekanan darah 180/120 mmHg atau lebih. Namun tidak merasakan pusing atau keluhan yang lainnya.
Hal ini sangat mengkhawatirkan. Karena jika tidak ada upaya untuk menurunkan tekanan darah, akan mengakibatkan adanya kerusakan organ lebih lanjut.
Juga memicu kondisi kegawatdaruratan seperti serangan jantung koroner, stroke perdarahan, gagal ginjal akut, eklampsia pada ibu hamil, dll. Kondisi ini disebut hipertensi emergensi.
Perlu diketahui, hipertensi terbagi menjadi dua jenis, yakni hipertensi primer dan hipertensi sekunder.
Sebagian besar hipertensi yakni sekitar 90% yang dialami pasien adalah jenis hipertansi primer.Jenis hipertensi primer ini merupakan hipertensi yang tidak diketahui penyebab pastinya, berlangsung selama bertahun-tahun dan cenderung berkembang secara bertahap. Faktor genetik dan gaya hidup diduga memiliki peran penting.
Sedangkan untuk hipertensi sekunder, merupakan jenis hipertensi yang diketahui penyebabnya.
Biasanya karena kondisi kesehatan yang mendasarinya seperti penyakit ginjal, tumor kelenjar adrenal, penyakit tiroid, cacat bawaan
di pembuluh darah, dan mengkonsumsi obat-obatan seperti amfetamin dan kokain.
Hipertensi sekunder cenderung muncul tiba-tiba dan menyebabkan tekanan darah yang lebih tinggi daripada hipertensi primer.
Kemungkinan seseorang mengidap hipertensi akan semakin meningkat seiring dengan bertambahnya usia, terlebih untuk mereka dengan usia di atas 65 tahun.
Faktor resiko hipertensi lainnya antara lain kelebihan berat badan (obesitas), adanya riwayat hipertensi dalam keluarga (genetik), jarang berolahraga, mengonsumsi banyak garam, kopi dan alkohol.
Maka, gaya hidup sehat ini sangat berpengaruh untuk mencegah seseorang agar tidak mengidap hipertensi yakni antara lain diet dan olah raga yang teratur.
Olah raga yang dianjurkan adalah olah raga ringan, intensitas sekitar 30 menit dengan frekuensi 3-5 kali dalam seminggu. Pencegahan hipertensi yang lainnya adalah dengan mengurangi konsumsi garam, maksimal kurang dari satu sendok teh per hari.
Selain itu, diupayakan tidak merokok dan menghindari asap rokok, diet dengan gizi seimbang dan mempertahankan berat badan ideal.
Kementrian Kesehatan menghimbau berperilaku CERDIK untuk pencegahan Hipertens, yakni: Cek kesehatan secara rutin, Enyahkan asap rokok, Rajin aktivitas fisik, Diet seimbang, Istirahat cukup, dan Kelola stres.
Kebanyakan orang dengan hipertensi tidak disertai dengan gejala atau keluhan tertentu. Namun, ada pula yang bergejala di mana hal yang paling sering dirasakan adalah sakit kepala atau pusing, jantung berdebar, rasa sakit di dada, gelisah, sesak nafas, lemas, mudah lelah, dan penglihatan kabur.
Maka bagi sebagian penderita hipertensi, konsumsi obat harus dilakukan untuk mengatur anan darah. kipun pengobatan hipertensi yang utama adalah dengan merubah gaya hidup.
Obat anti hipertensi diberikan jika tidak ada perubahan setelah modifikasi gaya hidup. Jika tekanan darah penderita sudah terkendali melalui perubahan gaya hidup, maka penurunan dosis atau konsumsi obat antihipertensi dapat dihentikan.
Efek samping dari konsumsi obat hipertensi juga akan menjadi perhatian. Tentunya jenis obat, dosis dan kapan waktu yang tepat untuk menghentikan obat-obatan tekanan darah harus dikonsultasikan dengan dokter.
“Maka, sahabat civitas UM wajib kontrol jika sedang mengonsumsi obat penurun darah”, jelasnya.
Kementrian Kesehatan menghimbau berperilaku PATUH untuk pengendalian hipertensi, yaitu: Periksa kesehatan secara rutin dan ikuti anjuran dokter, Atasi penyakit dengan pengobatan yang tepat dan teratur, Tetap diet dengan gizi seimbang, Upayakan aktifitas fisik
dengan aman, Hindari asap rokok, alkohol dan zat karsinogenik lainnya.
Berdasarakan beberapa penelitian, modifikasi diet terbukti dapat menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi. Prinsip diet yang dianjurkan adalah gizi seimbang, yakni dengan membatasi gula dan garam. Lalu memperbanyak konsumsi buah, sayuran, kacang-kacangan dan biji-bijian. Lalu mengonsumsi makanan rendah lemak jenuh antara lain unggas dan ikan yang berminyak.
Demikianlah, patutlah kita semua menyadari betul bahwa hipertensi yang tidak terkontrol akan menjadi silent killer dengan menyebabkan kerusakan organ dan mengancam nyawa. Benar adanya jika nyawa kita sudah ada batas dan hitungan, namun tidakkah kita ingin menjadikan kehidupan kita lebih berkualitas dan bermakna?. (M Abd Rahman Rozzi-Januar Triwahyudi)
