Prof Dr Djoko Saryono Siap Menjaga Pintu Arus Komunitas Seni

TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA – Menjadi sosok yang luwes melebur dalam berbagai komunitas membuat Prof Dr Djoko Saryono MPd tak berjarak dengan anak-anak muda dari berbagai komunitas. Diperlukan aktan yang dapat mengalirkan “oksigen” kebudayaan.

Berhadapan dengan Djoko Saryono seperti menyaksikan gerojokan kisah dengan paket teori. Sekilas itu berat disimak. Nyatanya tidak.

Sepotong kisah akan mengalir dengan deras dan tiba-tiba bisa berhenti karena ada kisah yang sama menariknya. Seperti konser yang menyajikan musik medley dalam berbagai aliran.

Sosok Guru Besar Universitas Negeri Malang itu familiar di berbagai komunitas, mulai dari komunitas para guru besar hingga komunitas anak muda antah-berantah tanpa nama yang setia pada sastra dan seni pertunjukan.

Kehadiran Djoko menjadi penyemangat meski kadang-kadang hanya bisa muncul sekejap karena harus segera beralih lokasi. Tidak jarang, dia betah hingga pukul 03.00 untuk meladeni para seniman seperti yang terjadi saat Pesta Puisi Musim Rambutan 3 di Rumah Budaya Kalimasada Blitar, Rabu (24/10/2018).

Prof Dr Djoko Saryono Siap Menjaga Pintu Arus Komunitas Seni

istimewa/Prof Dr Djoko Saryono MPd

Ayah empat anak itu bisa muncul dengan luwes di mana pun. Dalam suasana akademik, reriungan dengan seniman, berdiri di depan peserta seminar, atau duduk menghadapi secangkir kopi hitam, ia tetap nyaman dengan caranya. Itu salah satu cara agar bisa melebur ke dalam berbagai komunitas, termasuk komunitas anak muda.

“Saat ini muncul kebudayaan tanpa ibu. Itu menjadi gejala semesta dalam siklus panjang. Wajar jika ada penurunan kebudayaan,” kata Djoko di Universitas Negeri Surabaya pada TribunJatim.com, Sabtu (27/10/2018).

Ia mengingatkan, selama abad ke-20 dan awal abad ke-21, ada kesenjangan yang tinggi dan itulah abad keserakahan. Oleh karena itu, diperlukan sisi humanis agar ruang kebudayaan kembali mengalir segar.

“Itu adalah sakit kebudayaan yang harus diperbaiki dengan menata kembali sirkulasi darah kebudayaan. Orang harus membuat ventilasi ruang supaya “oksigen” kemanusiaan ada di mana-mana,” tambah Staf ahli Kemendikbud Bidang Pendidikan Karakter itu.

Jika oksigen itu mengalir, maka mengalirlah sisi positif yang akan menyembuhkan organ kebudayaan yang sakit.

Alasan itu yang membuatnya yakin dengan jalur yang dipilih, yaitu masuk ke dalam berbagai komunitas dan mengalirkan energi positif.

“Tanpa disadari, ada penyakit masa kini yang sering diderita, yaitu kesendirian dan kehampaan. Diperlukan intelektual organik yang dapat mengalirkan dorongan positif. Itu bisa dilakukan melalui pendidikan, pemahaman, dan meditasi (kontemplasi),” tutur lelaki yang terbiasa membaca dengan sangat cepat itu.

Menikmati Proses

Asupan gizi dari e-book dan berbagai buku serta berinteraksi dengan berbagai komunitas menjadi salah satu kunci untuk bisa menyaksikan fenomena dari berbagai sisi.

Ia mengingatkan untuk menurunkan kecepatan hidup saat proses berlangsung. Slow membuat pemaknaan terhadap proses menjadi lebih berarti.

Proses panjang dilalui lelaki yang lahir 56 tahun lalu itu hingga menjadi sosok yang dapat dengan mudah melesap ke berbagai komunitas. Penulis Kemelut Cinta Rahwana, Arung Cinta, dan berpuluh esai itu mengakui, semua dimulai ketika menjadi mahasiswa. Berbagai organisasi mahasiswa diikuti, mulai seni hingga pecinta alam.

Matanya berbinar ketika dengan bangga menyebut sudah sepuluh kali mendaki puncak Semeru. Baginya, pendakian memberi banyak pelajaran. Ketika sudah di puncak, tidak perlu berlama-lama.

Demikian juga ketika profesor sudah didapat, itu saatnya untuk turun tanpa meninggalkan kisah, pengalaman, dan jejak yang sudah dibuat.

Wajahnya menjadi lentur ketika bertutur tentang istri dan keempat anaknya. Djoko bangga dengan keluarga yang selalu membuatnya ingin segera mendatangi bandara, stasiun, dan terminal setelah berkeliling Indonesia supaya dapat menikmati suasana rumah di Malang.

Menikmati proses menjadi salah satu cara untuk tetap bersemangat menjalani aktivitas yang padat. Itu juga yang membuatnya berjalan dengan langkah panjang dan bergegas ketika rindu pada rumah di Malang segera dituntaskan.(endah imawati/TribunJatim.com)

 

Leave a Reply

Your email address will not be published.