REVITALISASI PERGURUAN TINGGI NEGERl MENUJU PTN-BH

lap BMN0008_1

Malang Post 25 Agustus 2016

Malang Post 25 Agustus 2016

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Malang Post 25 Agustus 2016

Malang Post 25 Agustus 2016

REVITALISASI PERGURUAN TINGGI NEGERl MENUJU PTN-BH

Oleh DJAJUSMAN HADI Inventor Renewable Energy di Universitas Negeri Malang

PTN BH ialah akronim dari Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum yang diberi hak otonom untuk mengelola kampusnya. PTN-BH juga mempakan proyek pemerintah dalam mempriyatisasi sektor pendidikan dengan landasan hukum UU 12/2012 Pasal 60 dan dilanjutkan di Pasal 65. Sebelas PTN yang sudah berlabel Badan Hukum, yaitu: UI, UGM, TIB, IPB, UP1, USU, Unair, Unpad, Undip, Unhas, dan ITS. Sebagai gambaran bahwa berdasarkan tingkatan dari yang terendah, status sebuah PTN dikategorikan dalam tiga tingkat, yaitu; PTN Satker (Satuan Kerja), PTN-BLU (Badan Layanan Umum),’ PTNBH (Berbadan Hukum) hingga setelahnya dapat menjadi World
Class University (WCU). Secara naluriah, tentunya setiap PTN berkeinginan memiliki status yang paling tinggi.

Konon, selama ini jajaran perguruan tinggi selalu kesulitan dalam mengelola anggaran karena serapan anggaran selalu rendah. Kendala lainnya adalah, sistem laporan keuangan yang diterapkan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) cukup rumit, artinya tidak sesuai dengan kegiatan akademis yang dinamis. Adanya otonomi finansial bagi perguruan tinggi mempunyai konskwensi bahwa jika tidak ditangani secara cermat keuangannya akan dapat menyebabkan kebangkrutan perguruan tinggi tersebut. Hal ini telah terjadi di beberapa negara, dan jika ini terjadi maka baik pemerintah maupun perguruan tinggi akan mengalami suatu kerugian. Dana masyarakat yang ada di perguruan tinggi tersebut harus dilindungi sebagai bentuk akuntabilitas publik.

Perguruan tinggi umumnya telah siap dengan sistem dan operasional, yaitu sistem untuk mahasiswa misalnya pendaftaran, pendataan, pemantauan, hasil ujian, profil mahasiswa, data alumni dan sistem untuk matakuliah. Selain itu seperti isi kurikulum, tata cara dan modus penyajian, matakuliah yang terkait, dosen yang relevan, pencatatan dan pendataan matakuliah, hasil pembelajaran yang diharapkan, tuntutan mahasiswa, tingkat keberhasilan mahasiswa, dan lain-lain. Hal tersebut perlu
dipersiapkan baik secara khusus oleh perguruan tinggi maupun bersama dengan pemerintah pusat (Ditjen Dikti dan instansi terkait lainnya). Persiapan terhadap tujuh butir dimaksud hendaknya menjadi prioritas utama demi terlaksananya proses revitalisasi menjadi PTN-BH.

Pengembangan pendidikan dan pengajaran di perguruan tinggi berpedoman pada ”Tri Dharma Perguruan Tinggi”, yaitu Pendidikan, Penelitian, dan Pengabdian Masyarakat. Untuk itu perguruan tinggi perlu mengembangkan kebebasan akademik, kebebasan mimbar akademik, dan otonomi ilmu pengetahuan (UU No.2 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional). Proses menuju PTN-BH antara lain berkaitan dengan pengembangan budaya profesionalisme dengan ciri-ciri memilki keahlian (expertise), tanggung jawab (responsibility), .dan kesejawatan (corporateness). Budaya profesionalisme ini akan mempunyai dampak pada keluaran (output) perguruan tinggi, yaitu menghasilkan sarjana-sarjana profesional dan diharapkan dapat menjadi agen pembahan masyarakat dan mampu menjadi modernising force dalam kehidupan masyarakat secara luas (Afia, 2003). ’

Untuk menghadapi tantangan ke depan, PTN secepatnya mempersiapkan konsep sistem pendidikan ke depan yang mengacu pada upaya arah penjaminan mutu yang tersistem. Kondisi suatu jaman, hendaknya terefleksi dalam suatu praktek pendidikan. Kalau tidak, dunia pendidikan kita akan ketinggalan “kereta”. Ini dimungkinkan bisa mengantisipasi persaingan yang ketat di semua lini kehidupan, termasuk masalah pendidikan di era globalisasi. Dengan menciptakan kepuasan terhadap stakeholders, diyakini akan membawa angin perubahan menuju ke arah kemajuan pendidikan yang unggul. Padahal kita tahu, makin maju perkembangan ihnu pengetahuan dan teknologi (iptek) akan makin canggihnya peralatannya, maka secara otomatis akan mahal pula harganya. Malahan tak jarang untuk mendapatkannya karena kita hams nginden peralatan tersebut di luar negeri. Tapi kita kesulitan dana, maka wajarlah bila PT di negeri kita ini makin jauh ketinggalan sumber daya manusianya (SDM) dibandingkan negara lain.

Fokus lain yang harus difikirkan adalah dampak negatif bila terjadinya rasionalisasi karyawan, maka PTN hams mewujudkan manajemen administrasi sumber daya yang profesional. Artinya guna mewujudkan good governance PTN, maka haras diimbangi dengan pengembangan SDM yang profesional.

Untuk penanganan administrasi yang profesional, pada saat ini perguman tinggi mengalami kesulitan untuk memperoleh tenaga yang memenuhi syarat karena berbagai macam alasan, diantaranya belum memadainya penghargaan dengan ketrampilan mereka. Untuk mengatasi hal ini, perguruan tinggi perlu bekerja keras secara bertahap menseleksi personil administrasi yang profesional dan bila perlu melakukan berbagai pelatihan.

Dalam bidang perolehan pendapatan, perguruan tinggi perlu mempersiapkan beberapa hal berikut ini agar siap menjadi PINBH, yaitu: Pertama, kebijakan perguruan tinggi untuk mendorong stafnya untuk memper oleh pendapatan tambahan atas nama perguruan tinggi. Kedua, mekanisme yang mengendalikan proses perolehan pendapatan sehingga tidak mengorbankan misi akademik perguruan tinggi. Ketiga, aspek legal dan ketentuan pajak bagi setiap pemsahaan yang didirikan oleh perguruan tinggi tersebut dalam rangka perolehan tambahan pendapatan. Keempat, kebijakan pendistribusian pendapatan yang diperoleh oleh staf atas nama perguruan tinggi (pernbagian keuntungan di antara staf bersangkutan, institusi dan lainnya). Kelima, kebijakan mengenai penanganan paten dan royalti yang diperoleh staf atas nama perguruan tinggi. Keenam, sistem yang aku dengan perguruan tinggi dalam rangka mempersiapkan staf atas menjadi PTN-BH, terulama (termasuk dalam hal perhitungan overhead perguruan tinggi), dan sistem pemantauan penggunaan dana selama pekerjaan berlangsung. Ketujuh, ketentuan internal mengenai peluang mencari tambahan pendapatan kuat, bagi staf tetap (full-time staff) sehingga tidak meninggalkan dikategorikan sebagai staf tidak tetap (part-time).

Dengan demikian upaya menuju PTN menjadi Badan Hukum, tampaknya tidak hanya bersifat fragmentaris dan tambal sulam belaka, tapi bersifat sistemik, menyeluruh, dan mendasar. Keseluruhan strategi tersebut menumt pandangan penulis, sebagai upaya pelengkap konsep penjaminan mutu (perencanaan mutu, pengendalian mutu, dan perbaikan mutu). Sebagai muatan penting, kisi-kisi di atas hams terpenuhi, dalam upayapengembanganmanajemen administrasi sumber daya pendidikan dewasa ini, yang senantiasa menuntut pelayanan bermutu. Dengan status PTN-BH justm pengelolaan keuangan lebih fleksibel, asalkanprinsip akuntabilitas dan kehati-hatian harus tetap dijalankan. Bahkan PTN harus menyiapkan auditor eksternal untuk mengaudit sirkulasi keuangan mereka. Untuk merevitalisasi menjadi PTN-BH diantaranya meningkatkan komitmen melalui kinerja lebih baik, sistem kerja team work, bekerja harus inovatif dan agresif, menjadi hebat dengan membawa nama lembaga, bersinergi dalam bekerja baik dosen, mahasiswa, maupun administrasi.

Dalam bekerja pun hams dapat terintegrasi antar program studi di suatu fakultas. Selain kerja keras dari pihak PTN dalam melakukan revitalisasi diharapkan pemerintah perlu melakukan pertimbagan dan asistensi serta dialog   dengan perguruan tinggi dalam rat mengenai perhitungan biaya din pekerjaan yang dilakukan staf atas menjadi PTN-BH, teru lama, nama perguman tinggi (termasuk dalam hal pemenuhan seluruh perhitungan overhead pergu man aspek yang telah diurai kan di tinggi), dan sistem pe mantauan atas. Keberhasilan revitalisasi penggunaan dana selama pembahan status PTN menjadi jaanberlangsung. Ketujuh, ketentuan Badan Hukum sangat tergantung pada landasan vital antara lain : kerangka legal yang mekanisme block-funding, jaminan mutu dan administrasi yang tugas utama dan tidak kemudian profesional.(*)1

Leave a Reply

Your email address will not be published.