Uniknya Toleransi ala Mesir

Surya 28 September 2016

Surya 28 September 2016

Surya 28 September 2016

Uniknya Toleransi ala Mesir

Artikel: NANAIMG SYAIFUL ROHMAN Pengajar Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing di Universitas Negeri Malang/tengah bertugas di Pusat Kebudayaan Informasi Indonesia di Kairo, Mesir

KETIKA hari Jumat beriarah ke makam cucu Rasulullah SAW, Hussein bin Ali bin Abi Thalib di masjid Hussein di kawasan kota lama Kairo, ada hal menarik yang dilakukan banyak jamaah di dalam masjid ini bada1 salat Jumat.
Hal inilah yang membuat saya segera mengabadikan momen itu dan mengama’ti apa yang sebenarnya mereka lakukan. Para jamaah ini sebelumnya sudah berkumpul
seperti membuat forum kajian. Sedikitnya ada lima forum.
Ada yang berdiri membuat lingkaran, duduk dalam lingkaran, ada juga yang duduk berjejer, Setiap kelompok ini memasang spanduk bertuliskan Arab yang menegaskan identitas kelompok dan pemimpin mereka.
Setiap kelompok ini memiliki cara sendiri untuk mengekspresikan ritual peribadatan nya. Ada  yang sekadar menyebut asma Allah dengan keras sembari mengangguk-anggukkan kepala, ada juga yang membaca surat Yasin, ada yang bersalawat atas
Nabi Muhammad, dan ada yang berceramah kepada penganutnya.
Mohammad, mahasiswa, ash Mesir mengatakan, mereka adalah kelompok sufi (ahli tasawuf). Sufi sendiri mengakui bahwa dirinya termasuk dari aliran Sunni. Kelompok sufi ini biasanya melakukan ritual keagamaan di masjid Hussein ini selepas salat Jumat.
Hal ini mengherankan bagi saya karena sebenarnya masjid ini dikenal sebagai masjid dengan banyak penganut aliran Syiah.
Namun para penganut aliran Syiah di masjid ini tak mempermasalahkan dengan adanya ritual ibadah yang dilakukan kelompok sufi di masjid ini.
Menurut Mohammad, tak pernah ada ketegangan di antara keduanya. Kerukunan antaraliran keagamaan ini menjadi hal yang biasa bagi warga Mesir. Semua penganut aliran bisa saling memahami dan saling memberi toleransi antar sesama penganut aliran. Inilah yang membuat Mesir jauh dari permasalahan sektarian.
Bayangkan kalau itu terjadi di Indonesia. Betapa bahagianya orang-orang yang merindukan perdamaian di negeri tercinta ini. Kita pash tak lupa dengan apa yang terjadi terhadap para penganut Ahmadiyah dan Syiah di Indonesia,
Andaikan semua orang nriman (baca: menerima) dengan peran dan tugasnya sebagai manusia, tentu mereka tidak akan mengambil peran dan tugas Tuhan untuk menghakimi sesamanya dan memutuskan itu dosa atau pahala.
Semoga perdamaian selalu berpihak bagi Indonesia tercinta ini. Amiiin…(http;//surabaya.trihunnews. com/2016/09/27/ketika-hanyak-alimn-bemaung-di-masjid- hussein)

Leave a Reply

Your email address will not be published.