Survei Membuktikan, Mayoritas Harga Kebaya Orang Malang 300 Ribu Ke Atas

Dari 120 responden yang disurvei, hanya 8,4 persen yang mengaku tidak mempunyai kebaya. Selebihnya, 91,6 persen mempunyai koleksi kebaya. Blus tradisional khas Indonesia yang dimiliki kaum perempuan lintas generasi (baby boomer hingga milenial atau generasi Z) itu mayoritas harganya di atas rata-rata Sekitar 51,3 persen responden mengaku memiliki koleksi kebaya dengan harga Rp 300 ribu hingga hampir Rp 1 juta.

Sedangkan yang me miliki harga di bawah Rp 200 ribu hanya 45,4 persen. Penanggung Jawab Survei Ana Mariani MSi menyatakan, kecintaan perempuan lintas generasi terhadap kebaya makin tinggi. Khususnya usia 30 tahun ke atas yang berprofesi sebagai wanita karir. ”47,9 persen yang menggemari kebaya adalah wanita karir,” ujar Ana yang juga Kahumas Unmer Malang itu.

Dosen Program Studi (Prodi) Ilmu Komunikasi Unmer Malang itu menambahkan, sebenarnya ibu rumah tangga juga banyak yang menyukai kebaya. Namun, jumlahnya masih rendah jika dibandingkan ibu-ibu yang berprofesi di perkantoran.  ”Kalau generasi milenial, jarang yang mempunyai kebaya. Itu berdasarkan data yang kami peroleh,” kata Ana.

Apa yang membuat kaum perempuan makin cinta terhadap kebaya? Ana memaparkan, masing-masing orang mempunyai alasan. Sekitar 67,2 persen responden merasa lebih anggun ketika memakai kebaya. Sisanya, 14,3 persen merasa bahwa kebaya membuat penampilan mereka lebih feminim, 12,6 persen merasa njawani (tradisional), dan sebagian perempuan lain merasa lebih seksi pakai kebaya. ”Mayoritas responden suka memadupadankan kebaya dengan bawahan batik, serta aksesori bros,” katanya.

Sementara itu, Dosen Tata Busana Universitas Negeri Malang (UM) Agus Sunandar SPd MSn memaparkan, kebaya merupakan  busana jenis couture (berkelas tinggi). Biasanya, busana jenis couture didesain sesuai tubuh pemakainya, sehingga terasa lebih elegan. ”Memberikan keluwesan, sehingga pemakainya tampak lebih anggun,” kata Agus yang juga ketua Indonesian Fashion Chamber (IFC) Chapter Malang itu.

Desainer yang sudah beberapa kali meraih penghargaan busana tingkat internasional itu menambahkan, negara-negara lain juga punya busana jenis couture, misalnya gaun. Biasanya busana couture ini dipakai para bangsawan. ”Kalau di Indonesia, busana couture yang original itu ya kebaya,” tambah pria yang baru terpilih menjadi wakil ketua IFC tingkat pusat dalam rapat kerja nasional (rakernas) beberapa hari lalu itu.

Dengan kata lain, Agus menyebut bahwa konsumen kebaya di Indonesia atau gaun di mancanegara adalah kaum menengah ke atas. ”Termasuk wanita karir atau ibu-ibu pejabat, punya kebaya itu sudah menjadi keharusan,” kata dia. Sebab, kebaya kerap kali dipakai untuk acara resmi. Misalnya pelantikan dan upacara perayaan hari besar. ”Jadi, masuk akal  kalau 91,6 persen ibu-ibu punya kebaya. Mayoritas ya generasi baby boomer. Mereka ini kan orang-orang lama yang saat ini sedang menduduki jabatan tertentu,” terangnya.

Namun, lanjut Agus, koleksi kebaya yang dimiliki para ibu, termasuk wanita karir, bukan untuk keperluan sehari-hari. Melainkan keperluan menghadiri acara resmi di perkantoran. ”Berbeda dengan generasi milenial. Mungkin mayoritas tidak punya kebaya karena kehidupannya masih praktis, jarang terlibat acara resmi,” ujar Agus.

Menurut dia, kehidupan generasi milenial yang jarang terlibat acara resmi ini menjadi tantangan bagi para desainer. Agar mayoritas generasi milenial juga mencintai kebaya, para desainer diharapkan mampu merancang kebaya yang tidak formal. ”Para desainer akan berusaha membuat desain kebaya yang lebih kekinian, sehingga anak muda berani memakai,” kata dia.

Selain Agus, desainer Trya Febianie juga membenarkan bahwa mayoritas pemakai kebaya adalah wanita karir. Biasanya mereka berprofesi sebagai pegawai perkantoran, seperti
pegawai bank. Juga ada ibu-ibu pejabat. Hal itu diketahui dari jumlah konsumen yang membeli kebaya karyanya. ”Para wanita karir biasanya memakai kebaya saat ada acara kantor yang memang mengharuskan memakai kebaya,” terang perempuan yang kerap disapa Febby Antique itu.

Menurut Febby, umumnya kebaya dipakai untuk menghadiri acara formal. Seperti resepsi pernikahan, upacara hari besar nasional, dan event seremonial lain. Sebaliknya, pelanggannya kalangan milenial yang memakai kebaya untuk urusan wisuda. Tapi jumlahnya tidak banyak. Itu pun dikemas kekinian. ”Biasanya anak muda memadukan kebaya dengan sepatu sport, maupun flatshoes, karena mereka tidak ingin ribet,” ungkapnya.

Demi menggaet pasar milenial, pada 2020 mendatang Febby akan menghadirkan kebaya dengan rancangan yang lebih simpel namun tetap mempertahankan unsur Nusantara yang lebih modern. ”Tahun depan (tahun 2020) rancangan saya akan banyak memakai motif polkadot dengan warna yang soft,” terangnya. (arl/c1/dan)

Sumber dari: https://radarmalang.id/survei-membuktikan-mayoritas-harga-kebaya-orang-malang-300-ribu-ke-atas/

Leave a Reply

Your email address will not be published.