Pendidikan Seni Jangan Dipandang Sebelah Mata

  • 27-02-2020 / 21:39 WIB

Malangpostonline.com – Program Studi Pendidikan Seni Tari dan Musik Jurusan Seni dan Desain Fakultas Seni Universitas Negeri Malang (UM) menggelar Seminar Nasional Pendidikan 2020, Kamis (27/2) tadi siang, di Hotel Same Malang. Seminar tersebut bertema ‘Pendidikan Seni Alternatif di era Millenial Berbasis Nilai-nilai luhur Nusantara’.

Acara seminar dihadiri Guru Besar Universitas Semarang Prof. Dr. Totok Sumaryanto F, M.Pd., dan Dosen Seni Universitas Yogyakarta, Dr. Kun Setyaning Astuti, M.Pd. Keduanya menjadi nara sumber dalam seminar nasional yang diikuti oleh puluhan peserta yang terdiri dari guru dan dosen seni se Malang Raya tersebut.

Pendidikan Seni Jangan Dipandang Sebelah Mata

PEMATERI: Guru Besar Universitas Semarang Prof. Dr. Totok Sumaryanto F, M.Pd., menyampaikan materinya kepada peserta seminar nasional, Kamis (27/2) tadi siang.

Prof Totok Sumaryanto menjelaskan tentang proses pembelajaran dan penilaian dari pelajaran seni. Sedangkan Dr. Kun Setyaning Astuti menerangkan tentang srategi pembelajaran seninya.

Ketua Jurusan Seni dan Desain Fakultas Seni UM, Dr. Wida Rahayuningtyas, M.Pd., mengatakan dalam pandangan masyarakat pendidikan seni hanya dilihat sebelah mata. Apalagi di dalam kurikulum porsi jam mapel seni sangat sedikit dibanding mapel yang lain. “Maka kami sebagai pendidik seni mencoba menyampiakan pada guru, bahwa pendidikan seni sangat berguna bagi anak-anak, salah satunya menymbangkan otak kanan dan kiri, maka jangan dianggap sepele,” katanya kepada Malangpostonline.com.

Wida menambahkan, pendidikan seni tidak lantas mencetak anak menjadi seorang seniman. Tapi seagai sarana agar siswa memiliki sikap estetik yang tumbuh dari diri mereka. Dan pendidikan seni erat kaitannya dengan pendidikan karakter. “Karena pendidikan karakter bisa tumbuh melalui pendidikan seni,” ujarnya.

Ia juga menyampaikan bahwa strategi pembelajaran seni itu bervariasi. Artinya tidak sekedar diterapkan dengan praktik menggunakan media ajar. Tetapi pendidik harus berupaya menumbuhkan nilai-nilai yang tergandung dalam seni pembelajaran seni.  “Misalnya menumbuhkan kepercayaan diri, kerelijiusan, kekeluargaan dan kesabaran,” paparnya. 

Siswa juga diajarkan untuk berpikir lebih terbuka tidak terbatas dengan contoh-contoh, yang hanya akan membuat siswa gemar mengimitasi karya. Mereka harus diberikan kebebasan untuk menuangkan ide dan kreativitasnya. “Ketika memberikan kebebasan pada anak dalam berekspresi maka mereka akan mampu menunjukkan hasil yang lebih dari yang diajarkan guru,” tuturnya.

Terkait acara seminar tersebut, Wida mengungkapkan bahwa Seminar Nasional merupakan kegiatan rutin yang dilaksankan setiap tahun. Dilaksanakan bersamaan dengan Rapat Kordinasi Asosiasi Program Studi Seni Drama, Tari, dan Musik (Sendratasik) Indonesia.

Rakor tersebut dihadiri oleh para Kaprodi  Pendidikan Sendratasik se Indonesia dari berbagai perguruan tinggi. Antara lain Universitas Negeri Jakarta, Universitas Negeri Yogyakarta, Universitas Negeri Semarang, Universitas Negeri Makasar, dan sekitar 40 perguruan tinggi lainnya. “Setiap tahun tempatnya bergantian. Tahun lalu di Makassar dan tahun ini di Malang, kami (UM) menjadi tuan rumahnya,” tukasnya.

Sementara itu, dalam materi seminar yang disampaikan, Prof Totok mengatakan pendidikan seni memiliki unsur keunikan pendidikan. Antara lain unsur estetika, unsur kreasi dan unsur ekspresi. Unsur estetika peserta didik dapat dikembangkan dengan kreasi, ekspresi dan apresiasi. “Unsur-unsur ini hanya ada pada pendidikan seni dan tidak kita temukan di pendidikan yang lain,” kata dia. (imm)

Sumber dari: https://www.malangpostonline.com/Edupolitan/Kampus/2020-02/32871/pendidikan-seni-jangan-dipandang-sebelah-mata

Leave a Reply

Your email address will not be published.