Metamorfosa Pembelajaran Generasi Z

Malang Post 13 September 2016

Malang Post 13 September 2016

Malang Post 13 September 2016

Malang Post 13 September 2016

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Malang Post 13 September 2016

Malang Post 13 September 2016

Metamorfosa Pembelajaran Generasi Z

Artikel: CINTYfl EL MEYSARAH Penerima beasiswa LPDP di Pascasarjana Universitas Negeri Malang-Magister of English Education

TAK terbendungnya teknologi menuntut kreativitas tiada tara. Pemegang andil terbanyak dan pejuang terkeras adalah tenaga pendidik baik orang tua maupun guru yang dalam wadah pendidikan formal disebut sekolah. Mengapa tidak mudah? Karena kami (*generasi A-Y) hams berusaha dengan keras dalam menyesuaikan diri dengan segala kemajuan teknologi yang ada. Pembahasan ini telah diulas di kuliah umum bertajuk pembelajaran berbasis komunikasi teknologi (ICT) yang diselenggarakan oleh Pascasarjana Universitas Negeri Malang bersama bapak Dr. Gumawang Jati, M. A. (dosen di Institut Teknologi Bandung). Beliau menerangkan bahwa generasi Z merupakan anak yang lahir mulai tahun 1995 ke-atas. Mereka sangat cepat beradaptasi dalam pengaruh teknologi.

Salah satu yang teknologi berikan adalah layanan sosial media, contohnya “facebook”. Kalau saat ini, detik ini, masih ada yang tidak tahu facebook, kemung kinan besar akan dicap “Ndeso”. Namun demikian tidak sedikit yang menganggap bahwa kebebasan dan kemudahan akses internet berdampak buruk dalam perkem bangan anak apabila tidak diawasi penuh oleh orangtua. Kebebasan dalam meng akses internet adalah salah satu wujud dari kemajuan teknologi.

Dalam 5-10 tahun ke depan, anak-anak peserta didik akan memiliki pola belajar dan berpikir yang semakin canggih. Mereka memiliki wawasan global, tentang apa yang terjadi dibelahan dunia manapun. Anak-anak hanya membutuhkan waktu maksimal 8-10 detik untuk memusatkan perhatiannya pada sesuatu, selepas 10 detik dirasa tidak menarik maka dengan segera ia akan pergi mencari hal lain yang lebih menarik (Jati, 2016). Begitu pula dalam pembelajaran antara guru dan murid dalam proses  belajar mengajar di kelas, jika awalnya saja tidak menarik, membosankan, atau bahkan out-of-date dapat dipastikan motivasi mereka dalam pembelajaran kedepannya akan semakin menurun terjun bebas bahkan cenderung “ngglambyar”.

Sekilas nampak tidak masalah jika gum atau tenaga pendidik tetap memakai metode pembelajaran yang itu itu saja. Bahkan tidak sedikit yang melarang pengoperasian mobile phone di dalam kelas saat proses belajar mengajar. Bagaimana dengan akses internet yang menyediakan jutaan bahkan miliaran informasi mengenai apa yang guru ajarkan dan apa yang ingin murid ketahui? Apakah tidak terpikir oleh guru akan kekhawatiran bahwa murid tidak akan lagi tertarik pada pelajaran jika metodenya membosankan? Itu semua mempakan PR besar yang hams segera dijawab untuk semua tenaga pendidik. Sebut saja salah satu aplikasi pembelajaran yang “in” dalam dunia matematika yaitu photomath. Dengan hanya memotret soal matematika yang guru berikan, dalam hitungan detik aplikasi dapat dengan rinci memaparkan jawaban lengkap dengan proses penyelesaiannya.

Amazing bukan? Lalu apakah ada yang salah dengan teknologinya? Apakah guru berhak melarang kepemilikan aplikasi tersebut dalam gadget anak-anak? Apakah itu menyelesaikan masalah? Jika pertanyaan-pertanyaan yang terlontar ini membuat Anda galau, maka Anda adalah orang-orang yang positif ingin dan harus bembah, beradaptasi dengan pembahan signifikan yang menuntut keselarasan pola berpikir dengan kemajuan jaman (Jati, 2016).

Kreativitas, integritas, dan profesionalitas sangat diperlukan untuk menghadapi pembahaman-pembahaman teknologi yang berdampak besar dalam kemajuan pendidikan generasi Z. Mereka lebih tertarik untuk bermain game online, berlama lama scrolling up & down di timeline akun media sosial, hingga stay tune on youtube
channel. Kenapa tidak berusaha melibatkan mereka ke dalam teknologi dan pembelajaran? Seperti yang pemah dikatakan oleh Benjamin F. (1988), “tell me and I forget, teach me and I remember, involve me and I learn”, “involve” yang berarti “libatkan” memiliki efek yang lebih besar daripada hanya sekadar mengajar dengan metode ceramah (teacher-centered). Kenapa tidak berusaha mengupayakan metode pembelajaran yang berbasis teknologi dan tinggi akan kreativitas? Terdapat beberapa aplikasi internet yang sebenamya bisa dimanfaatkan dalam media pembelajaran diantaranya: vivavideo, 360 family tracker, tunein radio, interpreter, photomath, dsb.

Pada dasamya kreativitas lebih akan menjadi tuntutan wajib bagi setiap gum dengan subjek pembelajaran apapun. Guru dituntut mampu mengemas materi pembelajaranya secara “kekinian”. Survey yang didapatkan dari 70-80 persen pendidikan Eropa memaparkan manfaat potensial dari penggunaan teknologi, dalam hal ini “digital game”, terhadap kemajuan kreativitas pembelajaran di sekolah (Wastiau, Kearney, & Vanderberghe, 2009). Murid akan semakin terpacu dalam memahami apa yang gum ajarkan karena mereka menikmati media penyampaian nya. Kondisi seperti ini dapat terns di aplikasikan, tentunya dengan variasi teknologi yang lain, sehingga akan menjadi kebiasaan baik untuk perilaku guru dalam mengajar maupun murid dalam memahami yang diajarkan.

Pembelajaran yang menuntut kreativitas ini telah dimasukan di kurikulum pembelaja ran di berbagai negara termasuk Indonesia. Tentu saja dalam hal ini terdapat aspek yang sangat penting pula yaitu dukungan institusi yang dibutuhkan oleh guru dan murid. Dukungan institusi ini bempa sarana prasarana yang digunakan dalam proses belajar mengajar. Tidak hanya disekolah, saat dirumah pun peran orang tua sangat dibutuhkan dalam andil mengontrol perkembangan belajar anak. Sering sekali orang tua tidak sadar akan  pembahan yang terjadi dan “meyakini” bahwa seakan akan anaknya akan mengalami hal yang sama dengan yang dialaminya dulu.

Sudah saatnya orangtua bemsaha mengupgrade dirinya dan memasuki dunia anaknya sehingga mudah dalam melakukan pengawasan dan menanamkan pendidikan positif. Bisa saja dimulai dengan mulai berteman dengan akun media sosial yang dimiliki anaknya, kemudian bemsaha menanyakan apa yang terjadi dan apa yang mereka rasakan, menjadi pendengar yang baik dapat membuat mereka merasa diperhatikan. Ketika itu semua sudah berjalan beriringan, sisipan nilai-nilai yang orangtua ingin tanamkan akan dengan mudah terserap. Pemikiran dan perilaku bijak nan kreatif dalam menghadapi kemajuan teknologi menuntut gum dan orangtua tidak lengah dan terns mengimprove diri mereka agak tidak tertinggal. Libatkan diri dalam pembelajaran berbasis teknologi dan pastikan anak didik menguasai, bukan dikuasai teknologi.(*)

Leave a Reply

Your email address will not be published.