Menjaga Amanah Demokrasi Pilkada

NEW MALANG POS – Kabupaten Malang satu-satunya daerah di Malang Raya yang akan melakukan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Bupati dan Wakil Bupati pada penghujung tahun 2020. Tepatnya pada hari Rabu, 9 Desember 2020 mendatang adalah Pemungutan Suara dan Perhitungan Suara yang dilakukan secara langsung umum, bebas rahasia dan jurdil yang akan menjadi pesta demokrasi bagi warga di Kabupaten Malang.

Apa yang bisa kita petik dari euforia menjelang pelaksanaan demokrasi tersebut? Suhu politik propaganda kepentingan kandidat semakin menggurita untuk mengambil simpati  perhatian publik dan itu adalah suatu hal yang wajar, asal dalam kapasitas yang jujur.

Djajusman Hadi

Djajusman Hadi Tim Sekretariat UTBK – SBMPTN Universitas Negeri Malang (UM)

Terpancar dari antusias masyarakat yang inheren, mereka yang menginginkan adanya perubahan secara demokratis dan bukannya dilematis. Dibanding dengan cara pemilihan kepala daerah sebelumnya yang radikal bahwa kekuasaan hanya dialokasikan di sentra wakil rakyat lokal, yang kala itu kurang transparan. Alasan yang mendasar ke arah perubahan ini adalah menjamin para wakil rakyat untuk lebih responsif kepada aspirasi rakyat, lebih independen terhadap partainya.

Sementara itu argumentasi Pilkada, khususnya di Indonesia problematik utama bukannya terkait dengan sistem Pilkada akan tetapi berkaitan secara langsung maupun tidak langsung dengan mekanisme penyelenggaraan Pilkada. Apabila sistem Pilkada diganti tanpa diikuti komitmen penyelenggaraan Pilkada yang demokratik, akan merupakan malapetaka bagi partai politik kelas kakap hingga kelas gurem. Review ini dianggap perlu, yang diharapkan bisa meningkatkan kesadaran warga masyarakat perlunya meningkatkan kualitas pesta pemilihan kepala daerah dengan betul-betul dijalankan secara kompetitif sehingga amanah demokrasi dapat terwujud lebih baik.

Jika tahun ini penyelenggaraan Pilkada dapat berlangsung sukses, niscaya sumber daya demokrasi warga masyarakat ke depan semakin meningkat pula. Diskusi Pilkada frekuensinya akan bertambah, karena dengan Pilkada masyarakat dapat memilih pemimpin sesuai kehendak mereka, dan dengan konsep Pilkada masyarakat mempunyai kesempatan memberikan penilaian terhadap pemimpin dan penilaian terhadap kebijaksanaan pemerintahnya. Jadi Pilkada merupakan salah satu kunci bagi ada tidaknya demokrasi dalam sebuah daerah.

Barangkali sudah terlampau banyak orang bicara demokrasi baik yang berasal dari kalangan akademisi maupun dari kalangan politisi dan birokrat. Satu hal yang dapat kita temukan adalah persepsi mereka yang umumnya berbeda-beda. Kalangan akademisi mempunyai kecenderungan melihat demokrasi dari sudut pandang demokrasi sebagi nilai-nilai universal yang dapat ditemukan di negara manapun yang menjalankan prinsip politik tersebut.

Sementara itu kalangan politisi dan birokrat di Indonesia cenderung melihat demokrasi dengan beban ethnosentrisme yang berlebihan. Umumnya dinyatakan dengan ungkapan bahwa kita mempunyai sistem nilai budaya sendiri, maka demokrasi di Indonesia haruslah sesuai dengan sistem dan tata nilai kita sendiri. Atau kita tidak mengenal demokrasi liberal, yang kita kenal adalah demokrasi Pancasila.

Prinsip Demokrasi

Bagi orang yang mempunyai kepedulian tentang demokrasi dalam penyelenggaraan negara, baik pemilihan umum maupun Pilkada merupakan sesuatu yang dipersyaratkan bagi ada tidaknya demokrasi, karena Pilkada merupakan salah satu tonggak yang harus diadakan, jika tidak maka tidak akan ada demokrasi. Bahkan bagi Bingham Powell Jr (1982) menekankan betapa pentingnya pemilihan umum sebagai salah satu pilar bagi demokrasi dalam suatu negara.

Dari pesan ilmuwan politik dunia tersebut, kita dapat melihat betapa pentingnya pemilihan umum termasuk Pilkada sebagai tonggak demokrasi. Tentu saja Pilkada yang menggunakan prinsip-prinsip demokrasi, dalam arti warga masyarakat mempunyai komitmen, yaitu: (1) memiliki kebebasan untuk menentukan kandidat mana yang diperkirakan akan lebih mampu menyuarakan aspirasi dan kepentingan mereka, tidak ada yang dipaksakan untuk memilih salah satu partai politik, (2) partai politik yang berkompetisi dalam Pilkada mempunyai kesempatan mengajukan alternatif pemikiran, terutama yang berkaitan dengan pembentukan kebijaksanaan publik, (3) warga masyarakat mempunyai kesempatan terlibat dalam semua tahap proses penyelenggaraan Pilkada, seperti misalnya mulai dari pendaftaran pemilih, seleksi calon dari partai politik, terlibat dalam segala bentuk kampanye, terlibat dalam pungutan suara, serta terlibat dalam  proses penghitungan suara, (4) penyelenggaraan Pilkada haruslah merupakan institusi yang benar-benar independen, artinya tidak memihak salah satu partai politik.

Oleh karena itu Pilkada yang demokratik bukan merupakan tugas rutin, akan tetapi sebagai satu prasyarat. Bukan merupakan wahana untuk sekadar memperoleh legitimasi kekuasaan, akan tetapi merupakan wahana dimana warga masyarakat mempunyai kesempatan untuk memperlihatkan aspirasi politiknya sesuai dengan hati nuraninya. Maka menurut hemat penulis, dalam mengamati Pilkada di Indonesia hendaknya kita perlu mengadakan kualifikasi, karena tidak semua proses penyelenggaraan Pilkada dilakukan secara kompetitif karena di beberapa daerah Pilkada kompetisinya sangat tinggi.

Di Jawa tingkat kompetisinya cukup lumayan kalau dibandingkan dengan luar Jawa, dimana praktik-praktik yang menyimpang dari asumsi demokrasi banyak ditemukan. Daerah pemilihan perkotaan jauh lebih kompetitif dibandingkan dengan daerah pemilihan pedesaan, hal ini dapat terjadi karena masyarakat perkotaan lebih kritis dan sangat sulit diatur seperti hanya masyarakat pedesaan.

Dari semua studi tentang pemilihan umum ini sampai pada kesimpulan yang sama bahwa pemilihan umum di Indonesia Orde Baru belum menggunakan prinsip-prinsip atau asumsi demokrasi seperti di atas. Pemilu tahun lalu paling tidak sebagai contoh keberhasilan model terbuka dan demokratik.

Sebagai kesimpulan bahwa pemilihan pelaksanaan Pikada pada 9 Desember 2020 mendatang kita jadikan sebagai momentum pembelajaran politik, menjaga sikap dan pelaku politik. Oleh karena itu dapat dipahami bahwa Pilkada hanyalah peristiwa musiman, yang patut kita jaga bersama. Pilkada bukanlah pengingkaran terhadap semangat toleransi. Pilkada medium uji kelayakan, kepatutan, sumber daya bagi peserta pemilu dan masyarakat.

Para pihak-pihak sebaiknya menahan diri untuk menjaga amanah demokrasi, yaitu  fokus, lokus, etika kampanye. Dengan harapan semoga penyelenggaraan Pilkada di Kabupaten Malang berlangsung sukses sesuai amanah demokrasi atas amanah rakyat yang jujur, bersih, dan berwibawa.(*)

Sumber dari: https://newmalangpos.id/2020/09/03/menjaga-amanah-demokrasi-pilkada/