Memori Mbah Yati dan Teror Lepas Isya

Surya, 14 September 2016

Surya, 14 September 2016

kliping 0003_1

 

 

 

 

 

 

 

 

Surya, 14 September 2016

Surya, 14 September 2016

Artikel: RINTAHANI JOHAN PRADANA Mahasiswa Pascasarjana Universitas Negeri Malang fb.com/joe pradana

Memori Mbah Yati dan Teror Lepas Isya

USIANYA menginjak kepala sembilan. Namtm ingatannya terhadap sebuah peristiwa
yang terjadi di dusunrtya pada Februari 1949 lampau, masih sangat segar.

“Saya masih ingat, waktu itu ada beberapa orang tentara yang berjaga di dekat rumah saya kenang Mbah Yati, saksi hidup peristiwa selepas isya yang menewaskan
lima orang di Dusun Kayang, Desa Bader, Kecamatan Dolopo, Kabupaten Madiun.

SutanAndika, anggota Angkatan Udara, Ahmadi dan Kresno, anggota Tentara
Genie Pelajar (TGP), serta dua warga sipil. Mat Tasim dan Mat saim, menjadi korban.

Mbah Yati berkisah, beberapa anggota TGP sedari sore sudah berada di musala
dekat rumahnya. “Melihat ada tentara yang berjaga, keluarga kami bermaksud menawari makan, Namun mereka (TGP) selalu bilang ‘nanti dulu, masih kenyang’. Akhimya selepas isya datang patroli Belanda,” tutur Mbah Yati.

Belanda datang dan menembak ke arah lampu musala. Suasana menjadi gelap. Secara membabi buta, tembakan dilepaskan ke arah pasukan yang sedang berjaga.

“Ayah saya turut menjadi korban dalam peristiwa tersebut,” ujar Mbah Yati yang juga terkena peluru pada kaki bagian kanan. Sebuah meja makan di rumah beliau juga tertembus peluru dari senapan milik Belanda.

Dusun Kayang terletak sekitar empat kilometer dari jalan raya yang menghubungkan Kabupaten Madiun dan Ponorogo. Berada di kaki Gunung Wilis, wilayah ini didominasi areal perbukitan

“Dahulu Desa Kayang ini sangat sepi. Tidak banyak aktivitas seperti sekarang,” kata Mbah Yati.

Pada waktu itu, lanjut MbahYati, di desanya sedang marak aksi perampokan. “Orang tidak berani tidur dirumah. Kalau malam ancaman datang dari perampok, kalau siang biasanya diburu Belanda.Pak Kresno dan kawan-kawannya itu sebenarnya sedang bertugas menjaga. Dusun Kayang dari ancaman rampok,” ungkapnya.

Sementara Mbah Sabil yang mengaku berusia sepuluh tahun saat peristiwa tersebut terjadi menambahkan, bisa jadi keberadaan TGP yang sedang berjaga ini diketahui Belanda karena adanya mata-mata.

“Pada waktu itu kondisi tidak begitu aman. Banyak orang yang juga mata-mata Belanda sering berkeliaran, ungkap Mbah Sabil.

Untuk menghormati jasa para tokoh yang tewas saat bertugas mengamankan Desa Kayang, dibangunlah masjid dan diberi nama Masjid Kresno TGP.

Bagian depan masjid terdapat prasasti yang menyebutkan nama-nama korban dalam teror selepas isya tersebut.

“Kalau dibangun masjid, akan lebih bermanfaat untuk warga sekitar, sekalian mendoakan yang sudah tiada,” pungkas Mbah Yati.(http:llsurabaya.tribunnews.com/2016/09/13/me-mori-mhah-yati-dan-teror-selepas-isya)

Leave a Reply

Your email address will not be published.