Literasi Membaca Minim, Guru Besar UM Tekankan Metode Pembelajaran Lewat Pertanyaan Provokatif 3T

 

KBRN, Malang : Rendahnya literasi membaca siswa menjadi hal yang mengkhawatirkan bagi dunia pendidikan. Untuk itu meningkatkan literasi termsuk membaca, maka pemerintah melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemenristekdikti) pun gencar menyelenggarakan kegiatan termasuk penyusunan kurikulum baru.

Guru Besar Pendidikan Bahasa Indonesia Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang (UM), Prof. Dr. Endah Tri Priyatni, M.Pd. menekankan pentingnya penguatan literasi membaca guru dan siswa melalui pertanyaan provokatif 3T. Yakni pertanyaan untuk menemukan informasi tersurat (reading on the lines), tersirat (reading in the lines), dan tersorot (reading beyond the lines). 

Guru Besar Pendidikan Bahasa Indonesia Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang (UM), Prof. Dr. Endah Tri Priyatni, M.Pd.

“3 T itu merupakan aspek yang diukur dalam literasi membaca. Sehingga harus dibudidayakan pertanyaan provokatif yang mampu mendorong siswa untuk berpikir secara nalar saat belajar. Sehingga jawaban dari pertanyaan tak hanya berasal dari buku teks semata. Pemilihan startegi ini dilandasai oleh pentingnya peran pertanyaan dalam pembelajaran,” katanya dalam konferensi pers pengukuhan guru besarnya pada Rabu (15/12/2021) di gedung Graha Cakrawala UM. 

Menurutnya, melalui pertanyaan, guru dapat berinteraksi aktif dengan siswa, melalui pertanyaan siswa dapat memahami dunia dan segala isinya. Melalui pertanyaan, guru mengajak siswa berpikir dan berpikir adalah indikator siswa belajar.

“Anak belajar bukan dari mendengarkan ceramah guru, anak belajar dari pertanyaan-pertanyaan yang diajukan guru atau yang diajukan oleh siswa. Guru belajar bagaimana mengajukan pertanyaan untuk membangun makna, membangun konsep, mengeksplorasi alasan dan bukti, memfasilitasi elaborasi, menjaga diskusi agar tidak membingungkan, pertanyaan mengarahkah siswa untuk melihat persamaan dan perbedaan, menilai adanya kontradiksi atau inkonsistensi,” ungkapnya.

Lebih lanjut Endah menjelaskan, salah satu dari interaksi sosial yang paling mendasar adalah bertanya. Bertanya membantu para siswa menjadi lebih dekat dengan makna yang dimaksud, sehingga 

membantu pemahaman mereka. Dalam kegiatan pembelajaran, pertanyaan adalah sebuah alat untuk mengajar, pertanyaan telah mempermudah siswa belajar dan menjadikan siswa berpikir, kualitas pertanyaan yang baik dapat mendorong siswa berpikir tingkat tinggi. 

“Dalam proses pembelajaran, bertanya merupakan sebuah seni dan unsur terpenting yang tidak terpisahkan. Efektivitas mengajar seorang guru dapat dilihat dari kemampuannya mengajukan pertanyaan yang tepat,” ujarnya.

Namun sayang, dari hasil penelitiannya ke sejumlah sekolah, konsep ini tak mudah untuk dilakukan. Sejumlah guru merasa masih kesulitan untuk mengembangkan strategi 3T lantaran khawatir tak mampu menjawab pertanyaan kritis siswanya.

“Saya sudah melakukan penelitian untuk menguatkan literasi guru dan siswa, ternyata itu tidak mudah. Harus ada gerakan menyeluruh untuk menerapkan strategi pertanyaan 3T itu,” tutur Endah.

Mengingat pentingnya pertanyaan dalam pembelajaran itulah, dalam pidato pengukuhannya sebagai guru besar, ia menekankan strategi ini yang dinilainya dapat mendorong berpikir untuk mengatasi satu masalah atau isu nasional yang merisaukan dunia pendidikan Indonesia yaitu rendahnya literasi membaca siswa.

“Mudah-mudahan Strategi Pertayaan Provokatif 3T ini menjadi model pembelajaran unggulan yang dapat meningkatkan literasi membaca siswa Indonesia. Karena strategi ini tepat diterapkan untuk semua jenjang pendidikan,” tandasnya.

Sumber | https://rri.co.id/malang/diksosbud-iptek/1293261/literasi-membaca-minim-guru-besar-um-tekankan-metode-pembelajaran-lewat-pertanyaan-provokatif-3t