Kisah Dosen UM Menempuh Studi di Rusia di Tengah Kondisi Perang

Kamis, 10 Maret 2022 – 12:37 |  14.03k

 

TIMESINDONESIA, MALANG – Tanggal 25 Februari 2022 mungkin menjadi hari yang paling buruk bagi perempuan asal Malang bernama Febry Wijayanti. Pada tanggal itu, Rusia memulai perang melawan Ukraina. Adapun Febry tengah menempuh studi di Rusia.

Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Negeri Malang (UM) itu, kini merasakan dampak secara langsung perang Rusia dengan Ukraina. Bagaimana tidak, di tanggal 24 Februari 2022 Feby yang seharusnya merasakan bahagia di libur musim dinginnya, harus merasakan hal yang mencekam karena sempat tertahan di Bandara Istanbul, Turki.

Febry tertahan berjam-jam, akibat pesawat yang dinaikinya terdapat dua warga negara Ukraina. Momen tersebut terjadi pas setelah pasukan militer Rusia melancarkan serangan ke wilayah Ukraina.

Kisah Dosen UM Menempuh Studi di Rusia di Tengah Kondisi Perang

Tangkapan Layar saat awak media mencoba berkomunikasi melalui Zoom Meeting dengan Febry Wijayanti yang sedang berada di Rusia, Kamis (10/3/2022). (Foto: Tangkapan Layar/TIMES Indonesia)

Akan tetapi keajaiban berpihak kepada wanita berusia 32 tahun tersebut. Febry yang berasal dari Kelurahan Tasikmadu, Lowokwaru, Kota Malang itu bersyukur masih bisa melanjutkan perjalanan ke Kota Yekaterinburg.tempat ia melanjutkan studi S3 Ekonomi di Ural Federal University.

“Saya di asrama kampus hanya bisa melihat polisi anti huru-hura patroli setiap hari. Bahkan, kegiatan belajar juga sempat tersendat,” ujar Febry, Kamis (10/3/2022).

Febry yang telah menempuh studinya sejak 2007 lalu atau tepatnya 5 tahun lalu baru kali ini merasakan suasana Rusia memanas, karena perang.  Ia juga mengetahui banyak sekali gelombang penolakan dari para mahasiswa Rusia terhadap Pemerintah Rusia. Setiap hari demo terus terjadi, namun aksi penyerangan terus saja berlangsung hingga saat ini.

Perlu diketahui, Kota tempat tinggal Febry, yakni Yekaterinburg masih terbilang aman dari serangan. Sebab, konflik terjadi di perbatasan Belgorod dan jarak dari kota yang ditempati Febry, jaraknya kurang lebih 90 kilometer.

“Tetapi saya kerap kali menengok ke jendela asrama untuk melihat kondisi kota bagaimana keadaan setiap detik, menit dan harinya,” ungkapnya.

Febry menjelaskan, saat ini kondisi kota tempatnya tingga sangatlah sepi. Hanya segelintir warga saja yang keluar dari rumah mereka masing-masing.

Padahal, biasanya kata Febry, aktivitas warga di tempatnya terbilang padat. Mulai dari warga yang berjalan-jalan, olahraga sekedar belanja ke supermarket. “Bisa terbilang masih aman disini. Meski banyak penjagaan dari polisi juga ketat,” katanya.

Selama dua pekan gejolak peperangan antara Rusia dan Ukraina berlangsung, Febry hanya bisa pasrah dengan situasi yang dihadapinya saat ini. Apalagi saat ini untuk mencari kebutuhan pokok mulai terasa susah. Selain itu, harga-harga mulai naik. Bayangkan saja, harga satu kotak susu yang biasanya 50 rubel, kini menjadi 70 rubel atau setara dengan Rp 7 ribu. 

“Harga itu sebenarnya murah, tapi bagi masyarakat Rusia harga tersebut cukup mahal. Apalagi sempat langka, hanya untuk susu saja. Saya di sini juga susah cari ATM untuk menarik uang,” jelasnya.

Parahnya lagi, akses komunikasi hampir semuanya diblokir untuk sementara waktu. Kesulitan tersebut, karena pihak Amerika Serikat yang memutuskan akses untuk warga Rusia. Akses tersebut, diantaranya seperti media sosial Facebook, Twitter, Whatsapp hingga Google pun terblokir hingga saat ini.

Dengan kondisi seperti ini, Febry bahkan membayangkan kehidupannya di Rusia bakal berakhir dalam waktu singkat. Doa dan doa terus ia panjatkan saat bercerita melalui aplikasi zoom meeting, yang dimana hanya itulah akses komunikasi satu-satunya yang masih bisa dipergunakan.

Namun, di tengah kesulitan pasti ada jalan keluar. Ternyata hal tersebut benar-benar terjadi kepadanya. Sebab, teman sekamarnya menyarankan untuk menggunakan VPN (Virtual Private Network) untuk tetap bisa berkomunikasi secara bebas melalui akses apa saja, bahkan yang kini tengah terblokir.

“Orang tua saya tak berhenti menelepon atau bahkan sekedar mengirim pesan apa kabar kepada saya. Mereka sempat cemas setelah dengan konflik Rusia dan Ukraina,” tuturnya.

Selain masalah-masalah di atas, ada kecemasan lain yang terus menyelimuti Febry yang kini tengah menyiapkan ujian disertasi dalam waktu dekat. Ia berharap, operasi militer Rusia ke Ukraina tidak menganggu studinya.

Tak hanya dirinya, beberapa WNI (Warga Negara Indonesia) yang Febry kenal di Rusia juga merasa cemas. Info yang didapat Febry, Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Moskow bakal membangun Safe House untum menjamin keamanan mereka.

“Tapi saya gak berharap kebijakan itu. Sederhana, kita tak ingin menambah rasa trauma. Sebenarnya warga sini menyebutnya operasi spesial, tapi serasa perang,” tandasnya. (*)

Sumber| https://www.timesindonesia.co.id/read/news/400286/kisah-dosen-um-menempuh-studi-di-rusia-di-tengah-kondisi-perang