Diskusi Film Dokumenter Watch Dog Suku Bajau di Kafe Pustaka Universitas Negeri Malang (UM)

Komunitas Lapak Diskusi menggagas nobar film dokumenter Watch Dog, Kamis (23/1/2020).

Film berdurasi sekitar 1 jam 30 menit itu berhasil menjadi pemantik diskusi bagi penonton yang hadir di Kafe Pustaka Universitas Negeri Malang (UM).

Film itu mengisahkan kehidupan salah satu masyarakat adat asal Sulawesi, Suku Bajau.

Suku Bajau hidup nomaden dan tinggal di atas kapal mereka.

Sungguh menarik kisah kehidupan suku adat yang sangat bergantung pada hasil laut dengan cara menangkap ikan.

Mereka dihadapkan pada kondisi laut yang sudah mulai rusak karena pencemaran di sekitar laut oleh perusahaan tambang.

Dalam film itu muncul kenyataan, Suku Bajau dianggap suku asing karena tidak memiliki kewarganegaraan Indonesia bahkan dianggap sebagai suku dari negara lain seperti Malaysia dan Filipina.

Guna melihat kondisi sebenarnya Suku Bajau, komunitas Lapak Diskusi mengundang mahasiswa dari Suku Bajau yang kebetulan sedang menempuh studi di Malang.

Asman Yangking, mahasiswa Pascasarjana UM menjadi pemantik diskusi.

Asman menejelaskan, kondisi masyarakat Suku Bajau seperti di film dokumenter yang diputar, namun belum secara keseluruhan menggambarkan kehidupan masyarakat di sana.

“Memang seperti itu kondisinya. Masyarakat Bajau hidup di kapal-kapal. Mereka ahli dalam mencari ikan. Sebenarnya sebutan untuk kami dari orang luar seharusnya Suku Same, tetapi masyarakat sudah familiar dengan sebutan Bajau yang diidentikan dengan bajak laut, padahal Suku Bajau bukan bajak laut,” papar Asman.

Asman menjelaskan, Suku Bajau memang hidup nomaden dalam mencari ikan. Mereka berpindah-pindah, namun sebutan bajak laut dirasa kurang elok menurut Asman.

Itu karena Suku Bajau tidak merompak di laut. Mereka hanya mencari ikan.

Di sisi lain, adanya konflik antara kepentingan industri dan masyarakat adat yang membuat tangkapan ikan semakin sedikit dan terpaksa membuat Suku Bajau harus melaut lebih jauh untuk mencari ikan. Menurut Asman itu ironi.

“Dulu di depan rumah kami, memancing saja sudah mendapat ikan. Sekarang kalau mau mencari ikan harus melaut jauh. Adanya perusahaan-perusahaan tambang di sepanjang garis pantai Sulawesi membuat air laut menjadi tercemar dan sulit mencari ikan,” imbuhnya.

Di akhir diskusi, Asman menekankan, pendidikan sangat penting bagi masyarakat adat. Itu agar mereka bisa berdaya dengan keterampilan dan pemahaman yang cukup tentang budaya masyarakat Suku Bajau sebagai masyarakat maritim.

Bagus Rachmad Saputra Mahasiswa Manajemen Pendidikan Pascasarjana Universitas Negeri Malang IG: @bagusrachmad94

Sumber dari: https://surabaya.tribunnews.com/2020/01/29/diskusi-film-dokumenter-watch-dog-suku-bajau-di-kafe-pustaka-universitas-negeri-malang-um?page=all

 

Leave a Reply

Your email address will not be published.