ANCAMAN KRISIS LISTRIK DAN BUDAYA HEMAT ENERGI

ANCAMAN KRISIS LISTRIK DAN BUDAYA HEMAT ENERGI, 15 Februari 2017

ANCAMAN KRISIS LISTRIK DAN BUDAYA HEMAT ENERGI, Malang post, 15 Februari 2017

ANCAMAN KRISIS LISTRIK DAN BUDAYA HEMAT ENERGI, 15 Februari 2017

ANCAMAN KRISIS LISTRIK DAN BUDAYA HEMAT ENERGI, Malang Post, 15 Februari 2017

Malang Post, 15 Februari 2017  1

Malang Post, 15 Februari 2017 2

Artikel: Djojusman Hadi PENEMU ENERGI
TERBARUKAN DAN PENYUNTING MAJALAH KOMUNIKASI UNIVERSITAS NEGERI MALANG

ANCAMAN KRISIS LISTRIK DAN BUDAYA HEMAT ENERGI

PERNAHKAH terbayangkan kalau tidak lama lagi kita akan mengalami krisis. bahan bakar minyak, belum lagi beban masyarakat menanggung kenaikan tarif listrik? Betapa tidak,
karena PT. Perusahaan Listrik Negara atau PLN (Persero) mulai 1 Januari 2017 memberlakukan kenaikan tarif  listrik secara bertahap bagi rumah tangga golongan mampu dengan daya 900 VA. Kenaikan tarif tersebut merupakan kebijakan pemerintah memberikan subsidi secara tepat sasaran. Begitu juga pelanggan listrik rumah tangga mampu berdaya 900 VA dikenakan kenaikan tarif. Pelanggan rumah tangga mampu 900 VA tersebut akan dikenakan kenaikan tarif dari sebelumnya bersubsidi menjadi keekonomian atau nonsubsidi secara bertahap. Lalu, mulai 1 Juli 2017, pelanggan rumah tangga mampu 900 VA itu akan dikenakan penyesuaian tarif otomatis setiap bulan seperti 12 golongan tarif nonsubsidi lainnya (Tempo, 2/1/17).

Memahami kondisi di atas, maka langkah preventif untuk mencegah datangnya krisis dan biaya listrik yang tinggi tersebut, perlu membumikan budaya hemat energi yaitu dengan upaya penghematan listrik. Selain itu, dapat dilakukan melalui konservasi dan inovasi yang didukung oleh komitmen bersama dari seluruh bangsa Indonesia. Sumber energi, dalam hal ini BBM, yang selama ini menjadi pemasok kebutuhan kita akan energi, disadari atau tidak daya pasoknya semakin lama semakin berkurang. Berkurangnya daya pasok ini lebih disebabkan oleh karena ketersediaannya yang juga semakin hari semakin berkurang. Sekarang ini cadangan minyak bumi yang masih tersedia hanya tinggal 4,8 miliar barrel saja, yang jika tingkat konsumsi kita tetap hanya memenuhi kebutuhan kita selama 7 tahun saja. Padahal kebutuhan kita akan BBM sebagai sumber energi setiap tahunnya tidak konstan, melainkan naik berlipat-lipat. Hal ini terutama karena jumlah orang yang membutuhkan semakin meningkat selain juga kebutuhan industri akan energi juga meningkat.

Parahnya lagi, selama ini kita selain berperilaku boros terhadap energi. Hal ini mungkin karena kita terlena oleh melimpahnya jumlah cadangan minyak, dibandingkan negara lain yang miskin SDA. Nafnun, saat ini sudah semakin terasa dengan mahalnya harga BBM hingga berdampak pada biaya produksi listrik. Kita sama sekali tidak menyadari kalau BBM sebagai sumber energi utama ini merupakan sumber daya alam yang tak terbarukan (non renewable). Perilaku boros tersebut semakin lama semakin melembaga dan menjadi budaya bagi bangsa kita.

Budaya Hemat Energi

Memiliki kondisi ketersediaan sumber energi seperti tersebut di atas, upaya-upaya signifikan untuk menghindari krisis dimaksud haruslah menjadi sebuah kebutuhan yang tak terelakan. Dalam konteks itu, upaya untuk mengefisienkan penggunaan energi merupakan salah satu upaya signifikan yang dapat dilakukan oleh semua orang dengan mudah dan murah. Bahkan untuk mengefisienkan penggunaan energi dapat dimulai dengan suatu kebiasaan. Artinya upaya untuk memulai kebiasaan tersebut adalah dengan ’’membumikan budaya hemat energi” yang orientasinya akan menjadi trend membudaya di masyarakat. Dan kebiasaan ini hams mulai ditanamkan mulai anak-anak untuk berperilaku hemat energi, semisal begitu keluar rumah lampu-lampu yang tidak berfungsi ’’wajib” dimatikan. Atau tertib menghidupkan dan mematikan televisi apabila acaranya sudah selesai ditonton. Tugas ini harus ditanamkan oleh orang tua, pendidik, dan para pimpinan di kantor untuk bertindak disiplin menekankan betul budaya efisiensi energi.

Tapi, bila ditilik lebih dalam, kita bisa mencontoh kesuksesan Jepang, bahwa dengan budaya hemat energi ini yang telah ditanamkan dari orang tua temyata berdampak signifikan terhadap efisiensi (konservasi) energi. Bayangkan kalau setiap orang tua mempunyai 2 orang anak, dimana setip anak memiliki ruang tidur sendiri dengan lampu 25 watt, berapa energi yang dapat dihemat dalam satu harinya? Ini menjadi lebih signifikan karena hardikan tersebut tertanam dalam diri sang anak hingga dia dewasa dan mewariskan budaya sadar terhadap kepentingan vital.

Dari apresiasi di atas, kita dapat menarik benang merah, bahwa penghematan energi dapat dilakukan oleh setiap individu secara mudah dan sederhana. Pelajaran lain yang bisa diambil adalah upaya penghemat energi dapat disosialisasikan atau bahkan menjadi kurikulum pendidikan nasional. Dengan demikian, penghematan energi sudah ditanamkan sedini mungkin melalui proses belajar mengajar di sekolah. Pendidikan sejak dini mengenai cam berhemat energi memiliki dampak yang signifikan dalam efisiensi energi.

Selain itu, dalam rangka efisiensi penggunaan energi, adalah melakukan audit energi. Hal ini terutama ditujukan untuk industri dan gedung-gedung niaga yang menggunakan banyak energi. Dengan melakukan audit energi, jumlah kebutuhan akan energi yang sebenamya dapat diketahui dengan jelas. Dari basil audit kita dapat mengatahui apakah
industri atau gedung dimaksud sudah maksimal menggunakan energi dan langkah yang dapat diambil dalam rangka melakukan penghematan. Dengan melakukan audit energi yang didukung dengan implementasi alat bam, penghematan yang dapat dilakukan mencapai 30%.

Tak jauh berbeda dengan upaya efisiensi energi, upaya inovasi sumber energi bam dan teknologi yang ramah energi juga memerlukan dukungan dari selumh lapisan masyarakat. Apalagi Untuk melakukan inovasi dibutuhkan investasi yang cukup besar. Hal ini dapat dikurangi dengan fasilitas-fasilitas yang diberikan pemerintah, misalnya fasilitas bebas pajak, sebagai wujud komitmen pemerintah dalam mendukung upaya inovasi tersebut. Oleh karena itu, untuk merintis budaya hemat energi, selain dari Jepang kita dapat belajar dari negara Cina karena dalam berbudaya hemat energi dengan upaya menciptakan teknologi yang dapat menkonversi energi dengan biaya investasi yang kecil karena dukungan pemerintah sangat luar biasa. Maka alangkah makmumya di negeri ini, jika kelak putera-putera terbaiknya mampu menciptakan peralatan hemat energi dan teknologi penghasil listrik yang justm dapat membantu pihak pemerintah khususnya PLN.

Leave a Reply

Your email address will not be published.