Menanti Bangkitnya Dunia Animasi Nasional

Malang Post 12 Oktober 2016

Malang Post 12 Oktober 2016

kliping0014_1

 

 

 

 

 

 

 

 

Malang Post 12 Oktober 2016 (1)

Malang Post 12 Oktober 2016 (2)

Menanti Bangkitnya Dunia Animasi Nasional

DI antara prahara dan kompleksnya urusan finansial negara, terdapat sektor yang sebenamya mampu, untuk setidaknya, mengurangi beban negara. Salah satu sektor tersebut adalah bidang industri kreatif. Bidang ini sejatinya mampu menjadi salah satu penyumbang devisa besar bagi negara. Akan tetapi rainimnya perhatian dan rasa peka otoritas terkait mengakibatkan terbengkalainya sektor menjanjikan ini. Mirisnya, hingga saat ini, belum ada upaya nyata dari para petinggi dan pihak terkait yang memiliki otoritas untuk menanggulangi persoalan ini.

Persoalan seperti ini menjadi semakin pelik karena para peiaku industri kreatif memilih untuk berdiri dengan kaki sendiri. Sebagai bentuk resistensi dari sikap otoritas terkait yang kurang memedulikan. Salah satu sektor industri kreatif yang merupakan bentuk nyata dari aksi ini adalah bidang animasi. Bukan rahasia umum apabila banyak putra-putri bangsa yang memutuskan untuk menjadi kontributor di bidang animasi luar negeri. Seperti di Malaysia, Jepang, atau Amerika. Mereka antara lain adalah Rini Sugianto (Tintin), Christiawan Lie (Tranformers dan G.I Joe), Marsha Chikita Fawzi (Upin-Ipin), Andre Surya (Tranformers; Revenge of the Fallen, Iron Man 2, dan Terminator Salvation), serta sederet
animator nasional lainnya.

Keputusan para animator-animator nasional tersebut “berselingkuh” dengan negara lain sudah sepatutnya menjadi sebuah keprihatinan, karena dari sinilah krisis jati diri dan ideologi nasionalisme dapat terkikis. Selain itu, akan sangat disayangkan apabila bibit-bibit muda potensial bangsa, yang memiliki kompetensi, kualitas, dan skill serupa, memilih langkah yang sama. Dedikasi, motivasi, dan daya juang animator-animator muda Indonesia akan menjadi sia-sia bilamana perspektif ini tetap menjadi doktrin. Mulai dari titik ini, bisajadi muncul stimulus bahwa dunia animasi nasional adalah lahan bunuh diri yang ampuh bagi calon atau para animator muda. Oleh sebab itu, agar virus tersebut tidak menyebar dan merusak potensi-potensi muda, ada baiknya untuk menyatakan perubahan.

Pelan tapi pasti, industrianimasi nasional mulai menggeliat dan bangkit dari tidumya. Munculnya serial-serial animasi lokal seperti Adit Sopo dan Jarwo serta Keluarga Somat di kancah pertelevisian nasional, membawa angin segar. Terlebih kedua serial tersebut telah “porsi khusus” perihal jam tayang. Berdasarkan eksistensi dua serial animasi tersebut, sudah saatnya seluruh elemen masyarakat, khususnya otoritas terkait, untuk membuka mata dan berhenti menutup telinga dalam menyikapi perubahan positif ini.

Perubahan yang lebih menjanjikan lainnya muncul dari film animasi berjudul Battle of Surabaya. Film animasi garapan MSV Pictures ini menceritakan tentang kisah perjuangan Arek-arek Suroboyo dalam mempertahankan tanah kelahirannya dari penjajah Belanda, Menilik dari sisi estetis dan ekonomis film animasi ini merupakan sebuah produksi yang patut diperhitungkan. Terlebih di tengah deras dan gencarnya produk-produk asing menyedot animo dan memenuhi khazanah pertelevisian nasional.

Serial animasi asing seperti Larva, Upin dan Ipin, atau Pada Zaman Dahulu, yang banyak digemari masyarakat, merupakan indikator lemahnya atensi pemerintah dan institusi terkait dalam rangka memupuk, merawat, dan menumbuhkan motivasi serta dedikasi di bidang animasi nasional. Kehadiran serial animasi Adit Sopo-Jarwo, Keluarga Somat, dan Battle of Surabaya memang menjadi hiburan dan kebanggaan tersendiri bagi segelintir orang. Kendati demikian, rasio perbandingan jumlah produksi dan impor berbanding terbalik. Hal inilah yang sebenamya perlu untuk diusut tuntas. Apa penyebab utamanya, bagaimana solusi terbaiknya, dan bagaimana pula cara untuk mempertahankan solusi yang terbaik tersebut.

Ada beberapa solusi riil dan konkrit yang sekiranya dapat diimplementasikan, apabila ada relasi dan koneksi yang baik antara pemerintah, para stakeholder, peiaku animasi, manajemen, dan masyarakat luas. Poin pertama adalah pengembangan, pemberdayaan, dan sosialisasi praktik pembuatan animasi bagi yang berminat. Supaya para generasi muda, yang sekiranya masih mengalami kegalauan akan menentukan masa depan, dapat tercerahkan dengan adanya program ini. Kedua, pembukaan bimbingan belajar pembuatan animasi bagi yang berminat untuk belajar. Hal ini diasumsikan dengan maraknya anak muda yang ingin berinovasi dengan animasi, tetapi terhambat
dengan terbatasnya pengertian di bidang tersebut.

Ketiga, perlunya atensi dari lembaga-lembaga pemerintah kota, pemerintah daerah, hingga pemerintah pusat beserta para stakeholder terkait untuk lebih memerhatikan pertumbuhan dan perkembangan studio-studio animasi lokal, karena dari situlah bibit-bibit muda yang unggul sedang ditempa. Keempat, pengawasan, pembinaan, dan pelatihan manajemen di bidang industri kreatif, karena yang menjadi kendala utama kurang berkembangnya dunia animasi nasional adalah diakibatkan lemahnya manajemen. Oleh sebab itu, apabila ada pelatihan terkait bagaimana menjadi seorang manajer yang profesional, mumpuni dan kredibel di bidang ini, akan menjadi peluang terbuka yang lebih besar demi menyongsong kemandirian Indonesia di bidang produksi film animasi.

Kelima, proses promosi dan penyeimbangan produksi film atau serial animasi nasional. Bukan berupa rahasia lagi apabila kaum muda kita telah “teracuni” dengan berbagai produk-produk impor. Dan yang ling sering dijumpai adalah barang impor asal Negeri Sakura, yakni anime— film atau serial animasi khas Jepang. Keenam, sebagai otoritas tertinggi, pemerintah, melalui Kementrian Perdangangan, Kementrian Perindustrian, dan Kementrian Riset dan Teknologi, sebaiknya mengambil langkah korikrit untuk menanggulangi maraknya barang-barang impor yang dengan “mulus” menerobos industri nasional.

Dunia animasi merupakan sarana untuk mengembangkan kreatifitas, inspirasi, dan imajinasi bagi setiap orang yang menekuninya atau menikmatinya. Melalui ani¬ masi, yang menampilkan rentetan adegan beserta alur cerita yang runtut, para penikmatnya dapat menyelami nilai-nilai kehidupan yang terkandung di dalamnya. Kedepannya semoga dunia anima¬ si nasional dapat bangkit, berkembang, dan mampu menunjukkan tajinya di kancah intemasional. Bukan hanya semata untuk unjuk gigi semata, melamkan juga memberikan edukasi yang proporsional dan tepat sasaran.(*)

Leave a Reply

Your email address will not be published.