Bawa Misi Budaya, Dirikan Mini Galeri di Budapest

Sedari kecil, Dwi Rachmatika Maharani memang tak bisa jauh-jauh dari kertas dan alat gambar. Meski orang tua berupaya mengarahkannya untuk lebih banyak belajar ilmu eksakta, perupa perempuan yang akrab disapa Rani ini bergeming. Kecintaannya dalam seni menggambar terus berlanjut hingga dirinya mencecap bangku kuliah.

”Hingga saya kuliah ambil jurusan seni rupa di Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni Universitas Negeri Malang (UM) pada 1992, tapi dulu masih IKIP Malang namanya,” ujar perempuan kelahiran Malang, 17 April 1973, itu. Untuk meyakinkan orang tuanya bahwa jurusan seni tak melulu soal tinta dan kanvas, Rani mengambil peminatan seni desain interior.

Namun, keseharian Rani tak lepas dari urusan melukis. Pada 1993 silam menjadi momen pertama menyertakan karyanya dalam pameran seni di kampusnya. ”Kemudian pada 1998 lulus kuliah pernah ikut pameran bersama pelukis Malang bersama Dewan Kesenian Malang (DKM) di Taman Budaya Surakarta,” kata ibu dua anak ini.

Dia mengatakan, hasil karya lukisannya banyak dipengaruhi aliran impresionis dengan objek gambar seperti manusia dan flora fauna. Dari sisi estetika lukisannya memang ekspresif. ”Karya yang saya buat dengan goresan yang tegas, kuat, dan komposisinya ketat, tapi tetap terlihat natural tampak mirip wajah dan otentik,” katanya.

Setelah lulus kuliah, Rani sempat bekerja sebagai ilustrator di sebuah perusahaan media massa di Jakarta, yaitu PT Aswindo Jaya Sentosa. Tidak lama, pada 2000 dia tinggal di Sampit, Kalimantan Tengah, mengikuti suaminya. Saat tinggal di Sampit, inspirasi seninya justru mengalir deras.

Apalagi dia juga berada di tengah-tengah situasi konflik Sampit yang terjadi pada 2001. ”Kemudian suatu hari, saya melukis judulnya Ibu ya menceritakan seorang ibu dengan membawa anaknya di perahunya melintasi sungai penuh kesedihan,” katanya. Saat ini lukisannya tersebut berada di Budapest, Hungaria.

Perjalanan Rani ke Eropa sebenarnya sudah dimulai pada 2005, saat dirinya mengunjungi adik perempuannya di Belanda. Saat itu Rani diminta adiknya melukis 17 lukisan untuk kebutuhan suatu pameran. ”Saya lupa waktu itu pameran apa, tapi saya membuat 17 lukisan selama 3 bulan tentang Indonesia yang lebih banyak mengangkat budaya Dayak seperti upacara tiwah, kemudian juga ada tarian topeng,” katanya.

Lukisannya tersebut dipamerkan di Spanyol dan Rani mengatakan mendapatkan pengalaman serta jejaring dengan komunitas seni di Eropa. Selanjutnya, pada 2007 dia ikut serta dalam pameran di Museum Kayu Sampit. Ada empat lukisan yang dia buat. Tak hanya itu, setelah kembali ke kampung halamannya di Kota Batu pada 2012, dia juga banyak berinteraksi dengan pelukis Malang. Pada 2016 dia ikut serta dalam pameran lukisan bersama dengan komunitas pelukis di Kota Batu dan Kota Malang.

Pada 2018, dia kembali ke Eropa dengan perjalanan ke Hungaria. ”Saya ingat pada 2005 saya ke Ceko, ketemu orang-orang Indonesia yang ada di sana. Mereka berkeinginan ada art center Indonesia yang memang belum ada di Eropa,” katanya. Menurut dia, Hungaria juga berada di tengah Eropa yang memudahkan akses ke negara lainnya.

Kemudian di Hungaria, Rani menemukan banyak komunitas seni. Dia memutuskan untuk mengikutsertakan hasil karya lukisannya di Istana Godollo pada Juli 2018. ”Saya ada teman di Hungaria, kemudian dia mengatakan hasil lukisan saya bagus dan lebih baik diikutkan kompetisi,” katanya. Lalu, salah satu karyanya berjudul ”Potret Diri” yang dibuat pada 1995 menyabet penghargaan sebagai lukisan terbaik di Hungaria setelah mengalahkan 50 lukisan dari para perupa di Hungaria pada sebuah kompetisi pelukis senior.

Perjalanan berkesenian Rani di Hungaria terus berlanjut saat dirinya memutuskan menyewa tempat untuk membuat mini galeri bernama PavilionSix Budapest bekerja sama dengan FMM Galeria Budapest (Fiatalok Muveszeti Galeriaja). FMM menyelenggarakan pameran solo pertama dari pelukis Maharani dengan menampilkan sekitar 25 lukisan yang berlangsung di Aura Home-Decor di distrik III (Juni 2018), Budapest.

Di tahun yang sama, Rani kembali ke Kota Batu dan bertemu dengan pelukis-pelukis yang tergabung dalam Pondok Seni Batu, termasuk Fadjar Djunaedi. Kemudian dia membawa sekitar 40 karya dari 20 pelukis asal Kota Apel untuk dipamerkan di Hungaria.

”Ada sekitar 1 karya yang terjual, kemudian 2019 tidak hanya di Hungaria, tapi sejumlah karya 10 pelukis asal Kota Batu juga dipamerkan di pameran ”Tapinthato Tarlat” di aula Szent Istvan Gedung Wali Kota Szekelyudvarhely di Romania Oktober tahun lalu,” katanya.

Maret ini, Rani juga tengah bersemangat menyiapkan pameran yang bertemakan ”Sowan” di Budapest dengan tetap melibatkan para pelukis dari Kota Batu.

Sementara itu, sepanjang 2019 lalu, karya lukisan Rani juga dipamerkan sebanyak dua kali. Yakni, di VarMezo Galeria, Budapest, Hungaria, pada September. Pameran tersebut diikuti perupa asal Indonesia dan para pelukis dari delapan negara di antaranya Finlandia, Prancis, Jerman, Austria, Hungaria, Jepang, Italia, dan Indonesia. ”Pada pameran internasional tersebut menampilkan 64 lukisan dari 49 pelukis yang berasal dari delapan negara, salah satunya dari Indonesia,” katanya.

Sebelumnya,  pada 4 Mei 2019, karya lukisan Rani juga dipamerkan di gedung utama Cultural Center Sas-to di kawasan turis pegunungan Matra, Farkas út.1, Sas-to, Matrafured.

Lokasi  tersebut bersebelahan dengan hotel Sas-to dan pemandangan danau yang indah di sekitar kawasan resort turis tersebut. Event pameran ini berlangsung selama pertengahan Mei 2019.

Sedangkan di Kota Batu sendiri, Rani tinggal di Jl Budiono II No 24, Punten. Dia memiliki galeri bernama rumah Pinang Artspace dengan luas 4 meter x 12,5 meter. ”Ketika di Indonesia juga sama menghabiskan waktu dengan melukis, setiap minggu satu karya,” katanya. Dia mengatakan, saat ini ide-ide lukisannya lebih menggambarkan tentang kisah hidup yang diambil dari tembang-tembang macapat.

Sumber dari: https://radarmalang.id/bawa-misi-budaya-dirikan-mini-galeri-di-budapest/

Leave a Reply

Your email address will not be published.