Verifikator Jurnal Bakal ”Berkantong Tebal”

MALANG KOTA – Kantong para verifikator jurnal di kampus bakal lebih ”tebal”. Ini karena Kemenristekdikti bakal menambah reward atau honor kinerja. Penambahan ini menyusul tugas sebagai verifikator kian berat.

Sebab, tiap bulan yang harus diverifikasi kian banyak. Sementara tiap kampus rata-rata hanya punya satu verifikator. Bahkan kampus sebesar Universitas Brawijaya saja hanya punya 6 enam verifikator. Sehingga, selama ini rata-rata per verifikator harus memverifikasi 10 jurnal per bulan. Tugas yang cukup berat.

Kepala Subdirektorat (Kasubdit) Valuasi dan Fasilitasi Kekayaan Intelektual Kementerian Riset dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) Juldin Bahriansyah ST MSi menyebut, idealnya, per kampus harus punya enam verifikator. ”Jumlah jurnal itu naik terus. Ini kalau tidak diimbangi dengan jumlah verifikator yang pas, memang bisa bikin kewalahan,” kata dia, saat memberi materi kepada para verifikator dari perguruan tinggi se-Jawa Timur di hotel 101, kemarin (25/2).

Saat ini saja, di Jawa Timur khususnya Kota Malang, per tahun ada lebih dari 3 ribu jurnal terindeks Scopus dan yang terverifikasi Google. Ada  lebih dari 50 ribu jurnal dari S-1 hingga S-3. Jumlah yang besar ini, Juldin menyatakan, memerlukan verifikator yang cukup banyak agar jurnal-jurnal yang baru masuk bisa terverifikasi dan dinilai langsung.

Namun dia akui, kondisi saat ini banyak verifikator bekerja ”setengah hati”. Karena, beban satu verifikator tidak sesuai dengan reward  (hadiah) yang diterima. Untuk satu verifikator, bertugas melakukan verifikasi 10 jurnal dalam satu bulan. Itu pun terkendala waktu karena para verifikator adalah dosen. Per satu dosen saja, mengampu sedikitnya tiga mata kuliah dalam sehari.

Di samping itu, untuk melakukan verifikasi saja, para verifikator masih kesulitan mengecek data lampiran para penulis. ”Di Malang ini termasuk banyak. Lupa angka pastinya. Tetapi dibanding kota lain, mungkin ada 15 sampai 20 persen dari jumlah verifikator berasal dari Malang,” jelas dia.

Kadang kendala yang ditemui para verifikator ini berdampak pada honor yang diterima. Tertinggi, dalam sebulan para verifikator ini menerima Rp 1,5 juta untuk 10 jurnal. Honor inilah yang akan dinaikkan Kemenristekdikti. ”Kami akui, itu kecil. Saat ini kami berkonsultasi dengan Kemenkeu untuk membahas kenaikan reward yang bisa diberikan,” kata dia. Targetnya, tahun ini bisa mencapai 4.500 verifikator. Saat ini, belum mencapai setengah dari angka tersebut.

Sementara, Rektor Institut Teknologi Nasional (ITN) Dr Ir Lalu Mulyadi MT menyatakan, masalah verifikator memang sudah jadi lagu lama kampus-kampus di Malang. ”Padahal, akreditasi ini salah satu syaratnya didasarkan pada publikasi. Nah, di sini tugas penting verifikator,” kata dia.

Jika dalam satu kampus ada verifikator lebih dari satu, itu memudahkan penulis jurnal berkonsultasi. Lebih cepat pula jurnal tersebut terselesaikan. ”Tetapi kenyataan tidak seperti itu. Kadang, verifikatornya kurang, mau tidak mau civitas academica kami konsultasi ke kampus lain,” kata dia.

Di perguruan tinggi lain seperti Universitas Brawijaya (UB) maupun Universitas Negeri Malang (UM), jumlah verifikatornya ditengarai lebih dari enam. Jumlah ini banyak, karena jumlah dosennya juga banyak. Terhitung untuk UB saja ada lebih dari seribu dosen S-2 dan S-3. Di UM, ada sekitar 900 dosen.

Tentu saja, dengan jumlah yang besar, para dosen bisa bergiliran menjalankan fungsinya sebagai dosen, dan kalau ada waktu bisa bekerja sebagai verifikator. Saat diwawancara beberapa waktu lalu, Wakil Dekan 1 Fakultas Pertanian dan Kepala Tim Pendampingan Penulisan dan Publikasi Jurnal Internasional (P3JI) UB Prof Dr Ir Kuswanto MP menyatakan memang di UB ada banyak verifikator. ”Lebih dari enam pokoknya,” singkat dia.

Dia akui, menjadi verifikator sulit. Kalaupun reward-nya ditambah, dia berharap bisa memacu dosen bekerja lebih maksimal.

Sumber dari: https://radarmalang.id/verifikator-jurnal-bakal-berkantong-tebal/

Leave a Reply

Your email address will not be published.