Dampak Virus Pada Komunitas Literasi

Selasa, 30 Jun 2020,

Kita semua setuju, pandemi yang terjadi sangat tidak diharapkan. Banyak rencana yang akhirnya tertunda, bahkan gagal dilaksanakan. Namun kita juga ingat, hal ini tidak terjadi pada diri kita saja, melainkan hampir semua orang. Sehingga kita tidak perlu berlebihan untuk sedih terhadap keadaan yang abnormal ini.

Perubahan perilaku besar-besaran terjadi dalam waktu sekejap di masyarakat. Semua terjadi karena covid-19 yang menyerang seluruh penduduk di dunia. Bahkan, gerakan pemuda bisa dibilang kalah memberikan dampak jika dibanding virus ini. Covid-19 benar-benar merevolusi sendi-sendi kehidupan tanpa ampun. Banyak terjadi kemunduran di bidang ekonomi. Perusahaan bangkrut, karyawan dipulangkan, hingga pangan yang semakin sulit didapat karena pekerjaan hilang.

Khoirul Muttaqin

Begitupun gerakan-gerakan literasi, mengalami tantangan yang sama. Bagaimanapun, para penggerak harus memutar ide agar tetap bisa menyebarkan kebaikan. Padahal perjuangan mereka sebelumnya sudah bergerak ke tempat-tempat publik, pelosok daerah, bahkan jalanan. Banyak yang sudah meluangkan materi, waktu, tenaga, hingga moral. Ketika virus datang, usaha keras mereka tidak bisa dijalankan. Keinginan berbuat baik pun juga terhambat oleh covid-19. Sekali lagi, mereka harus memutar otak mencari solusi.

Taruh saja komunitas Pelangi Sastra, yang akhirnya tidak mampu memenuhi ruangan Kafe Pustaka seperti lalu-lalu. Biasanya rutin komunitas ini melakukan kegiatan literasi untuk publik. Disajikannya pemateri, materi, dan relasi berharga secara gratis. Namun siapa sangka kegiatan mereka harus berhenti gara-gara pandemi menyerang. Komunitas Medan Pembatja yang berbagi informasi tentang buku bacaan, juga. Mereka datang ke tempat yang ditentukan (karena lebih sering berpindah daripada Pelangi Sastra). Lalu berbagi informasi buku yang telah dibaca secara bergantian. Informasi yang diberikan saat kegiatan bisa sangat beragam dan kredibel. Apalagi informasi tersebut akan menyokong wawasan untuk tumbuh. Hanya saja sama, harus berhenti gara-gara virus yang datang tanpa undangan. Begitupun yang lain, baik Gubuk Tulis, Sabtu Membaca, Trotoar Jalanan, GPAN, hingga Taman Baca Masyarakat. Harus berhenti, mau tidak mau.

Sedangkan di Malang banyak kegiatan literasi yang digerakkan oleh orang bukan asli Malang. Biasanya mereka adalah para perantau yang menjadi mahasiswa. Sehingga pada waktu pandemi, daerah ini tidak menarik menjadi tempat singgah. Kesulitan gerak dan ekonomi membuat banyak penggerak komunitas pulang ke daerah masing-masing. Akhirnya, banyak program kerja yang tidak mampu tetap berjalan.

Namun, datangnya pandemi ternyata bisa dilihat dengan kacamata positif di satu sisi. Kesulitan adalah tantangan yang harus dihadapi agar kita dapat tumbuh. Seperti kredo lama yang masih sesuai di hari ini: daripada mengutuk kegelapan, lebih baik kita menyalakan lilin. Buktinya, banyak komunitas yang akhirnya berintegrasi dengan teknologi saat pandemi. Padahal sebelumnya, banyak yang tidak mau menggunakan teknologi, namun sekarang berubah. Bisa dibilang, hampir semua komunitas menggunakannya. Baik itu melalui Instagram, YouTube, Facebook, Zoom, Google Meet, dan lain-lain. Tergantung kreatifitas dan kebutuhan masing-masing komunitas.

Kabar baiknya, yang semula kegiatan literasi hanya diikuti oleh orang itu-itu saja, menjadi berbeda. Misalnya saat Pelangi Sastra mengadakan live Instagram. Audiennya bisa semakin banyak dan semakin banyak pula yang mendapat manfaat. Live Instagram dapat dilihat oleh siapapun dan dimanapun asal memiliki akun. Fitur pesan yang dapat dikirim audien dapat menjadi sarana interaktif. Bisa sebagai tempat bertanya seperti kegiatan normal biasanya. Hanya saja mereka tidak berinteraksi pada satu tempat, melainkan saling berjauhan. Ketika semula live Instagram hanya untuk publikasi saja, saat ini dirubah menjadi sarana diskusi.

Toto Rahardjo, seorang fasilitator dari Sanggar Anak Alam sempat berkata dalam live Instagramnya. Saat ia mewawancarai pendongeng nasional bernama akun Instagram @mentarirona, ia berkata jika “Kelemahan kita orang Indonesia adalah pengarsipan kegiatan yang kurang.” Padahal pengarsipan kegiatan akan menjadi referensi sekaligus pembelajaran dalam penyusunan kegiatan selanjutnya. Toto sangat menyayangkan jika kegiatan baik tidak memiliki data arsip.

Dengan digitalisasi kegiatan, melalui live Instagram misalnya. Jejak kegiatan yang dilakukan komunitas literasi akan lebih mudah disimpan. Bahkan bisa dibilang automatis terarsip tanpa usaha yang lebih rumit. Sehingga, pengembangan komunitas akan lebih gampang dilakukan karena keberhasilan dan kegagalan program terlihat jelas.

Perubahan pola kegiatan yang semakin berintegrasi teknologi adalah dampak baik dari datangnya pandemi. Teknologi yang mempermudah pengarsipan menjadi nilai lebih dalam pengelolaan komunitas literasi. Sehingga evaluasi demi kebaikan program ke depannya mudah dilakukan. Pembuatan program yang salah (sudah pernah dijalankan dan gagal) akan sangat gampang untuk dihindari. Sehingga, selain pandemi covid-19 ini merusak, sekaligus membangun harapan baru bagi komunitas literasi  Indonesia. Akan sangat disayangkan apabila komunitas literasi tidak peka terhadap sajian data ini.

Penggabungan program kegiatan dengan fasilitas teknologi dapat dibilang masih baru. Eksplorasi harus dilakukan terus menerus hingga komunitas menemukan sarana yang cocok untuk kebutuhannya. Kegagalan dan ketidaksempurnaan saat menggunakan teknologi dapat dibilang wajar karena memang belum terbiasa.

Tantangan selanjutnya ketika semua orang sudah familiar dengan teknologi, bahkan menggunakannya setiap hari. Apakah sumber daya manusia kita mampu memanfaatkan fasilitas yang mudah tersebut. Kita semua tentu memiliki gawai. Fasilitas tadi juga sudah bisa diakses menggunakan gawai. Hanya saja, kita juga tahu apabila Indonesia memiliki sumber daya alam yang melimpah. Namun banyak dari masyarakat yang tidak mampu memanfaatkannya. Lantas, bagaimana dengan fasilitas teknologi yang menyokong tumbuhnya komunitas literasi? Apakah komunitas literasi mampu memanfaatkan dengan optimal?

Oleh ; Khoirul Muttaqin

Artikel: Mahasiswa Universitas Negeri Malang Jurusan Pendidikan Luar Sekolah, Konsentrasi Pemberdayaan Masyarakat

Sumber dari: https://malang-post.com/berita/detail/dampak-virus-pada-komunitas-literasi#gsc.tab=0

Leave a Reply

Your email address will not be published.