MEMBANGUN KOTA MALANG SECABA EC0P0US

Malang Post, 11 Juli 2016 Malang Post,, 11 Juli 2016scan e mas joko0004(1)_1

Malang Post, 11 Juli 2016

Malang Post, 11 Juli 2016

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Malang Post, 11 Juli 2016 Malang Post,, 11 Juli 2016

MEMBANGUN KOTA MALANG SECABA EC0P0US

Oleh: DJAJUSMAN HADI Inventor dan Penyunting Majalah Komunikasi Universitas Negeri Malang

GELIAT pembangunan Kota Malang memasuki era metropolis frekuensinya kian meningkat. Pembangunan infrastmktur dan tata lingkungan fisik sudah terealisasi sebagai jembatan emas perkembangan ekonomi bagi warga Malang Raya seperti penataan taman Ijen Boulevard, lampu taman di taman Kunang-kunang. Kota Malang juga dipercantik dengan trotoarya yang dilengkapi dengan furniture street, lampu-lampu bias yang indah, kursi-kursi klasik yang menarik, ataupun bunga-bunga dengan pot-pot besamya yang artistik. Sentuhan penataan di atas adalah salah satu maneuver perwujudan menuju Malang yang ecopolis atau kata berwawasan lingku – ngan.

Di kota Malang sendiri terdapat aset penghijauan, yaitu sebuah taman hutan kota yang letaknya berada di jalan Malabar dengan sebutan Hutan Kota Malabar. Luas hutan ini kurang lebih 16.718 m2 dan di tengah Hutan Kota Malabar terdapat kolam air yang konon menjadi sumber untuk mengairi taman-taman di kota Malang. Hutan kota ini begitu banyak manfaatnya, salah satunya adalah sarana untuk rekreasi karena di tempat ini begitu teduh dan tenang sehingga membuat hati kita menjadi damai. Bisa juga untuk edukasi karena banyak tantanan pepohonan dengan nama spesies yang bermacam-macam. Begitu masuk ke dalam Hutan Kota Malabar ini, mulai terasa hawa yang sejuk dan terdengar kicauan burung. Hutan Kota Malabar ini sudah mulai lebat pohon komprehensif kebijakan pemerintah dan tentu – nya ‘butuh” kepedulian kolektif dari masyarakat dan investor guna mengembalikan hutan kota pada khitahnya.

Memperlihatkan asas yang mendasari pembangunan perkotaan yang berwawasan lingkungan, maka diharapkan intervensi pemerintah dan kepedulian kolektif publik akan tetap mempertahanka keadaan kota sebagai kota yang lestari dengan tetap mengupayakan dan menyediakan hutan di tengah kota atau yang lebih dikenal de – ngan hutan kota. Hal ini juga diperkuat konsepsi Fokura (1987) bahwa hutan kota adalah tumbuhan atau vegetasi berkayu di wilayah perkotaan yang memberikan manfaat lingkungan yang sebesar-besamya dalam kegunaan proteksi, estetika,
rekreasi, dan kegunaan-kegunaan khusus lainnya. Sebagai contoh, Kebun Raya Bogor yang dibangun oleh Sir Stanford Raffles pada tahun 1817, Kebun Raya Cibodas dan hutan Raya Ir. H. Djuanda di Malang setidaknya dapat dijadikan contoh model pembangunan dan pengembangan hutan kota di Indonesia.

Berdasarkan kriteria sasaran dan fungsi penting vegetasi, intensitas manajemen serta statusnya, maka hutan kota dapat dikelompokkan ke dalam 4 bentuk, yakni taman, kebun, pekarangan, jalur hijau serta hutan konservasi (Anonymous, 1987). Sedangkan menurut UUPK No. 5 Tahun 1967, hutan adalah lapangan yang ditumbuhi oleh pohon-pohonan yang secara keseluruhan merupakan relokasi pasar tradi – sional, penataan taman, perbaikan trotoar, saluran irigasi sampai dengan melakukan
aneka rekayasa jalur lalu lintas kendaraan untuk menghindari terjadinya kemacetan di sana-sini. Proses pembangunan visualisasi kota Malang, sebenarnya mulai meng – giat dan sangat berkembang pesat sejak Kota Malang dijabat Walikota Abah Anton. Bukti percepatan lingkungan telah dibuktikan dengan upaya tata hijau keindahan kota. Memang secara singkat dapat dikatakan kalau pembangunan berupa visua – lisasi kota secara ecopolis ini identik dengan nuansa keindahan tata kota berbasis
lingkungan.

Begitu juga yang menghiasi sudut Kota Malang yang pemah menyandang predikat sebagai Kota Paris van Java pada masa Kolonialnya, sehingga berada cli dekatnya pun akan terasa hawa yang segar Pohon yang ada. di hutan kota ini yaitu pohon palm, bringin, demara, jambu, dan lain-lain.

Gagasan tentang pembangunan Kota Malang secara ecopolis dengan tajuk “Kembalikan Hutan Malang” memang memukau berbagai kalangan untuk pro aktif di dalamnya. Pertama, ibarat menanam pohon yang direncanakan berbeda dengan pohon yang tumbuh dengan sendirinya secara organik, terbuka peluang untuk mencipta dan mengatur segala sesuatunya sejak awal secara holistik. Kedua, membangun hutan ibarat suatu tatanan kota barn merupakan salah satu basil penjetajahan metode persekutuan hidup dengan alam lingkungannya dan mempu – nyai luas paling sedikit 0,25 hektar. Keberadaan tain yang menunjang perlunya pengembangan hutan di kawasan Malang Raya adalah adanya kecenderungan penduduk kota Malang yang mendambakan suasana alami seperti tempo dulu.Hal ini ditunjukkan juga dengan semakin banyaknya penduduk kota lain yang sasarannya berlibur di kawasan Kota Malang, dampaknya ketika liburan panjang Kota Malang menjadi langganan macet.

Malang Kota Ecopolis

Saat ini Kota Malang terus berbenah menata kotanya, mulai dari Belanda, saat ini kelihatannya telah hilang “nyawanya”. Salah satupenyebabnya ialah tidak konsisten- nya para pengambil kebijakan di Kota Malang dengan rencana tataruang kota pada zaman Belanda yang telah disepakti pada awal perencanaan pembangunan Kota Malang itu sendiri. Sehingga tidak heran, adanya efek yang muncul dari pelanggaran tata ruang kota itu sendiri.

Menyikapi adanya pertumbuhan sebuah kota ini, padahal jauh-jauh hari Doxiadis, telah meramalkan bahwa kota-kota yang ada di dunia ini, termasuk di Malang akan tumbuh dan bengkak semakin besar, semakin kuat dan sulit dikendalikan. Peringatan itu, kelihatannya sejalan dengan apa yang diinginkan oleh John Ormsbee (1986), bahwa kita agar lebih berhati-hati dalam mengelola kota dan lingkungan binaan manusia. Selain im, yang terpenting adalah kita berharap jangan sampai terjadi
“ecological suicide” (bunuh diri ekologi) oleh pihak-pihak tertentu terhadap pemba – ngunan kota ini. Hal ini bisa terjadi secara sadar maupun tidak sadar.

Oleh karena itu, diharapkan masyarakat yang ada di Kota Malang harus bahu mem – bahu terlibat dalam proses perencanaan pembangunan kota yang dihuninya. Saat ini, bukanjamannya lagi pemerintah “bekerja sendirian“ dalam membangun kota dengan mengabaikan peran serta nyata dari semua elemen masyarakatnya. Sehi – ngga dalam konteks kekinian, menyikapi apa yang terjadi dalam perkembangan Kota Malang ini, setidaknya ada satu pertanyaan yang mesti disikapi dan dijawab sebagai solusi terhadap fenomena tersebut. Di sinilah kelihatannya kita perlu menerapkan sistem pembangunan berkelanjutan, sebagai sebuah harapan akan kenyamanan
dan kewibawaan sebuah kota atas jati diri dan citra kota im sendiri.

Pembangunan Kota Malang secara berkelanjutan ini, pada dasarnya adalah pemba – ngunan yang mampu memenuhi kebutuhan masyarakat masa kini tanpa mengabai – kan kemampuan generasi pertimbangan utama dalam pembangunan kota,khususnya Kota Malang yang sudah mulai berbenah mengubah Taman Malabar menjadi Hutan Kota Malabar.

Bukti adanya Hutan Kota Malabar tersebut, diharapkan percepatan reboisasi dapat berjalan maksimal, namun sesuai dengan perencanaan yang matang. Artinya tidak asal memilih bibit dan menempatkan tanaman sembarangan, dan juga tetap mempe – rhatikan kepentingan publik dan juga kelestarian sumber daya alam di sekitamya. Oleh karena itu, kesempatan masih dapat diraih seiring dengan mendongkrak wisata di Kota Malang. Upaya mewujudkan tata kota yang ideal (modemis tetapi ecopolis) tidak hanya sebatas memikirkan kepentingan sepihak saja. Sehingga tidak ada kes – an “aji mumpung” atau mencari kesempatan guna meraup keuntungan, sebaliknya
pemerintah daerah justru tanggap dapat menepis kesan bahwa kebijakan “memba – ngun bukan berarti merusak”. Jika prinsip ini dipegang sebagai upaya revitalisasi penataan kota yang ecopolis, maka secara signifikan akan mematahkan mitos
problem perkotaan.

Akhimya, jelas sudah kalau kita ingin Kota Malang ini menjaga jati diri dan memper – tahankan citra kotanya dalam prestasi Adipura Kencana. Rasa kebersamaan dalam percepatan membangun kota ini, kelihatannya menjadi sebuah mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka, sebagai suatu proses perubahan di mana pemanfaa – tan sumber daya, arah investasi, orentasi pembangunan dan perubahan kelemba – gaan selalu dalam keseimbangan dan secara sinergis saling memperkuat potensi masa kini maupun masa mendatang untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasi ma – nusia  (Brundtland, 1987).

Ecopolis adalah sebuah jawaban atas tata kota yang memperhatikan nilai-nilai kebe – rlangsungan, kemajuan teknologi, kesehatan lingkungan, kebersihan alam, dan sir – kulasi udara sebagai dasar kota layak hidup. Ecopolis, konsep ini berarti kalau dalam pembangunan kota itu yang lebih dominan adalah dari kalangan ilmuwan dan pakar
ahli lingkungan. Dalam arti lain, konservasi energi dan pelestarian keseimbangan ekologis menjadi keharusan yang mesti dilakukan antara Pemerintah Kota Malang, perusahaan, dan warga kota. Bila hal itu tidak dilakukan, maka jangan harap citra kota ini akan terwujud sebagai kota ecopolis. Dengan demikian, kelak kawasan di Kota Malang akan menjadi rujukan wisata utama bagi wisatawan domestik maupun manca negara untuk mengundang bemostalgia di Kota Malang yang penuh kenangan.(*)

Leave a Reply

Your email address will not be published.