Kisah Para Aktivis Mahasiswa Korupsi Rp 345 Juta, Peringatan untuk Mahasiswa Baru Fakultas Sastra UM

Ia juga memberikan contoh kasus korupsi empat mahasiswa aktivis di kampus Semarang yang terjerat kasus korupsi. Mereka mengajukan dana bansos lewat proposal dan berhasil mencairkan dana sebesar Rp 345 juta.

SURYAMALANG.COM, LOWOKWARU – Mahasiswa baru (maba) angkatan 2019 Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang (UM) mendapat banyak wawasan dalam kegiatan pengembangan karakter “Peran Bahasa dan Seni Dalam Membangun Karakter Bangsa” di Graha Cakrawala, Selasa (12/11/2019). Acara berlangsung selama dua hari sampai Rabu (13/11/2019).

“Beberapa materi disampaikan seperti kemimpinan mahasiswa, anti radikalisme dan bela negara, anti korupsi, ESQ dsb,” jelas Wakil Dekan III Fakultas Sastra UM, Dr Yusuf Hanafi SAg MFil I kepada wartawan, Selasa (12/11/2019).

Maba itu dari lima jurusan dan 13 prodi di FS. “Maba kan masa adaptif dengan lingkungan,” katanya. Setelah setahun, maka akan melewati fase prestasi dan berikutnya sampai akhir studi adalah fase profesi.

Wakil Rektor III UM, Dr Muarifin MPd tampil di sesi pertama dengan materi kepemimpinan mahasiswa. Dalam sesi tanya jawab, ia antara lain ditanya Puput, mahasiswa tentang tips menjadi pemimpin yang bisa diterima semja pihak. “Agar diterima, maka harus memahami karakter teman-teman kita. Semua itu agar bisa menangkap aspirasi mereka,” jelas Muarifin.

Dengan begitu, pemimpin bisa melakukan threatment yang benar. Apalagi menghadapi sesama milenial. Dikatakan dosen Fakultas Ilmu Keolahragaan ini, pemimpin adalah orang yang bekerjasama dengan orang lain untuk mencapai tujuan bersama. “Pemimpin tidak bisa sendirian. Pati butuh orang lain. Karena itulah harus open minded,” jawab Muarifin.

Sedang Fahmi, mahasiswa menayakan bagaimana menjadi pemimpin yang adil. “Adil itu arif, bijaksana, wisdom. Sebab saat jadi pemimpin tidak memimpin orang sejaket, sebendera,” kata dia. Sedang Handayani dari Divisi Penerangan dan Humas KPK mengangkat soal anti korupsi. Disebutnya, korupsi adalah penyalahgunaan wewenang mengambil yang bukan miliknya.

“Kata apapun disandang dengan korupsi jadi jelek. Korupsi masuk kategori suap-menyuap, termasuk gratifikasi,” kata pria ini.

Sedangkan usia saat melakukan korupsi juga muda usia. Ada usia 29,30, 31,34, 35 tahun. Dimana pada 7 hingga 10 tahun lalu mereka adalah mahasiswa. Dulu aktivis. Tapi ketika mendapat jabatan, mereka menjadi pelaku korupsi.

“Ketika mereka yang dulunya mahasiswa melabeli dirinya adalah agent of chance. Tapi tujuh tahun kemudian, atau malah jangan-jangan kuliah sudah terbentuk menjadi koruptor,” katanya.

Percaya atau tidak, lanjutnya, bibit-bibit korupsi telah tumbuh sejak dini dimulai dari hal-hal kecil. Seperti titip absen, meminta uang lebih ketika minta uang kuliah kepada orang tua dan nyontek.

Dengan membenarkan dan membiasakan diri pada perbuatan di atas, maka sesungguhnya telah membentuk diri kita pada karakter koruptor.

Ia juga memberikan contoh kasus korupsi empat mahasiswa aktivis di kampus Semarang yang terjerat kasus korupsi. Mereka mengajukan dana bansos lewat proposal dan berhasil mencairkan dana sebesar Rp 345 juta.

Namun sayangnya kegiatan mereka fiktif. Saat dikroscek kepada kepala desa juga dinyatakan tidak ada kegiatan di desa itu. Uang hasil proposal dipakai untuk foya-foya. Padahal mereka cukup kritis dan aktif ketika demo. Tapi mereka tidak cukup kritis dalam ranah tipikor dan dirinya sendiri.

Sumber dari: https://suryamalang.tribunnews.com/2019/11/12/kisah-para-aktivis-mahasiswa-korupsi-rp-345-juta-peringatan-untuk-mahasiswa-baru-fakultas-sastra-um

Leave a Reply

Your email address will not be published.