Akademisi Universitas Negeri Malang Imbau Masyarakat Pendidikan Toleransi Sejak Dini

Toleransi bukanlah sekadar menghormati keberagaman, tetapi juga memahami, menghargai, dan bekerja sama dengan sesama tanpa memandang perbedaan.

Kota Malang, Malangpagi –Indonesia yang dikenal dengan keragaman budaya dan agamanya, kini menghadapi tantangan serius dalam menjaga tingkat toleransi antar umat beragama.

Salah satu dosen jurusan Hukum dan Kewarganegaraan Universitas Negeri Malang, Abd. Mu’id Aris Shofa menyebutkan dalam beberapa tahun terakhir, kasus intoleransi semakin meningkat di berbagai belahan negara ini. Berdasarkan survei Wahid Institute, tingkat intoleran mencapai 54% pada tahun 2020 meningkat dari tahun sebelumnya yaitu 46%, serta BNPT juga merilis tentang kecenderungan generasi muda di lingkungan kampus sudah tergolong Radikal.

“Dalam menghadapi fenomena ini, saya mengambil inisiatif untuk menulis tentang praktik toleransi yang ada di Jawa Timur, khususnya tentang Desa Pancasila,” ucapnya saat ditemui di kantor jurusan HKN Lt 2, Gedung FIS UM, Kamis (14/3/2024).

Akademisi Universitas Negeri Malang saat ditemui di kantor jurusan. (Foto: MK/MP)

Shofa mengungkapkan untuk saat ini Kota di Indonesia yang terkenal tinggi toleransi yaitu Kota Singkawang yang terkenal sebagai kota 1000 kelenteng. Di Singkawang sendiri, terdapat tiga suku yang berbeda kebudayaan dan agama, namun perbedaan yang ada malah semakin meningkatkan rasa toleransi.

“Lalu jika kita lihat untuk Jawa Timur terkhususnya Kota Malang, persentase toleransi sudah tergolong bagus berdasarkan survei yang ada,” jelasnya.

Ia membeberkan untuk mengatasi intoleransi yang ada di Indonesia maka dapat dilakukan melalui Desa Pancasila dan sebagai wujud nyata dari praktik toleransi yang ada di tingkat lokal untuk menangkal intotelaransi.

“Desa Pancasila merupakan suatu desa yang terdiri dari berbagai agama dan suku yang hidup berdampingan secara harmonis, tanpa adanya konflik atau diskriminasi,” lugasnya.

Shofa menyebutkan Desa Pancasila bisa menjadi inspirasi bagi daerah lain di Indonesia dalam menghadapi tantangan toleransi yang semakin menurun. “Kita perlu belajar dari praktik yang sudah ada di masyarakat, dan Desa Pancasila adalah salah satu contohnya,” serunya.

Dalam kajiannnya, Shofa mengambil salah satu desa yang ada di Kabupaten Situbondo. Selain menyoroti keberadaan Desa Pancasila, Shofa juga mengajak masyarakat untuk lebih memahami dan menghargai perbedaan.

Menurutnya, pendidikan toleransi perlu dimulai sejak dini, baik di lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat. “Toleransi bukanlah sekadar menghormati keberagaman, tetapi juga memahami, menghargai, dan bekerja sama dengan sesama tanpa memandang perbedaan,” jelasnya.

Ia menerangkan kalau di Jawa Timur ini terdapat lokasi lainnya yang memiliki Desa Pancasila yaitu, Jember, Blitar, serta di Kadiri. “Dalam Desa pancasila yang ada di Lamongan ini ketika dilaksanakan teraweh, maka yang akan jaga selama pelaksanaannya bukan hanya dari umat muslim bahkan dari agama lainnya ikut membantunya,” ungkapnya.

Ia mengungkapkan penyebab terjadinya intoleran ialah pada pola pikir ataupun paradigma yang tertanam dalam tatanan masyarakat dan meyakini bahwa agamanya yang paling benar. “Maka dengan hadirnya tulisan saya, semoga dapat merubah paradigma atau pola pikir masyarakat sehingga bisa manciptakan toleransi antar umat,” pungkasnya. (MK/YD)

Sumber|https://malangpagi.com/akademisi-universitas-negeri-malang-imbau-masyarakat-pendidikan-toleransi-sejak-dini/