Jejak Peradaban di Tepian Bengawan

Surya, 20 September 2016

Surya, 20 September 2016

Surya, 20 September 2016

Jejak Peradaban di Tepian Bengawan
SUNGAI Brantas dan Sungai Solo atau lazim dikenal dengan Bengawan Solo, merupakan dua sungai besar di Jawa Timur yang meninggalkan banyak jejak peradaban. Salah satu buktinya penemuan beberapa bangkai perahu kuno yang ditaksir berusia ratusan tahun di sepanjang aliran Bengawan Solo.
Tahun 2013, bangkai perahu kuno ditemukan di Desa Ngraho, Kecamatan Gayam, Kabupaten Bojonegoro. Penemuan ini tentu menjadi bukti adanya jejak peradaban di sepanjang aliran Bengawan Solo.
Abidin, Karang Taruna desa setempat, menuturkan perihal penemuan perahu sepanjang 22 meter dan lebar lambung empat meter yang kini ditempatkan di kompleks punden Desa Ngraho.
” Awalnya justru perkakas perahu yang ditemukan, baru mulai terlihat bagian ujung perahunya,” jelas Abidin
Menurutnya, aktivitas penambangan pasir di Bengawan Solo memberi efek pendangkalan sungai. “Karena dangkal itulah perahu yang karam kemudian terlihat,” imbuhnya.
Diduga, masih banyak sisa-sisa artefak perahu yang masih berada di bawah air. Setelah proses evakuasi pada 2013, selanjutnya tahun 2014 masih ditemukan rantai besi yang disinyalir merupakan artefak yang berkait dengan keberadaan bangkai perahu.
Pada lambung perahu yang terbagi menjadi lima bagian, terlihat sistem rangkaian yang menggunakan semacam paku penyambung dan saling berkait, bukan sistem las.
Cukup menarik mengingat bahan utama penyusun perahu adalah besi, bukan kayu. Bisa jadi sambungan-sambungan tersebut dipanaskan pada suhu tertentu sebelum ditempa dengan paku pengait dan dirangkai.
Penemuan bangkai perahu di Bojonegoro juga mengindikasikan maraknya aktivitas pelayaran dan perdagangan sungai di masa silam. “Kalau dari masa kerajaan Mataram, saya rasa kok tidak. Mungkin lebih muda dari itu, bisa jadi perahu ini dari masa kolonial Belanda,” ungkap Abidin.
Perahu tersebut ditemukan persis di belakang pekarangan milik Ruslan, warga desa Ngraho. “Awalnya belum ada yang berkenan memindahkan, hingga saat itu ada musyawarah warga desa untuk memindahkan perahu tersebut ke dekat punden Mbah Pung,” imbuh Abidin.
Sebagai bangsa bahari, budaya Indonesia juga bersinggungan dengan dunia lautan maupun perairan. Potensi inilah yang sebenarnya bisa dikembangkan lebih lanjut. Para pendahulu kita telah mempergunakan sungai
Bila geliat tersebut bisa dihidupkan kembali, kenapa tidak? Tentu butuh studi lebih lanjut terkait mampu atau tidak, memergunakan sungai-sungai besar di Pulau Jawa sebagai jalur transportasi antarwilayah dengan jarak yang cukup jauh. Semoga.(http://surabaya.tribunnews.coml2016/09/19/jejak-peradaban-masa-silam-di-tepian-bengawan)

Leave a Reply

Your email address will not be published.