Wida Rahayuningtyas, Doktor Muda UM yang Fokus Pelestarian Seni Topeng
Pada 9 Mei 2019 Terakhir diperbarui 10 Mei 2019
inspirasicendekia.com, MALANG – Membelajarkan seni tari tentu tidak mudah. Terlebih, untuk jenis tarian tradisional dengan gerakan yang sudah pakem dan banyak versinya.
Begitu setidaknya yang dialami Dr Wida Rahayuningtyas MPd (37), praktisi pendidikan seni Universitas Negeri Malang (UM). Wida mendapati tarian topeng Malang yang terkesan sulit untuk benar-benar dikuasai.
Nah, sang doktor pendidikan seni inipun pernah memiliki ide kreatif mengemas tari topeng Malang versi Kedungmonggo diantaranya tari topeng grebeg sabrang, tari topeng patih, tari topeng sekarsari dan tari topeng gunungsari, yang awalnya 8 menit menjadi 4 menit dan tidak mengurangi pakem yang ada.
“Pengemasan tari topeng tersebut bertujuan agar anak-anak terutama siswa tari bisa mempelajari seni tradisi lokal khususnya tari topeng Malang dengan mudah dan tidak membosankan,” kata Wida Rahayuningtyas.
Salah satu tari topeng yang dikemas 4 menit ini yaitu tari grebeg sabrang pernah ditarikan secara massal dengan 1000 penari topeng ‘grebeg sabrang’ versi 4 menit dalam meriahkan ulang tahun Kota Malang ke-102 tahun 2016.
Bisa menampilkan tarian topeng Malang dengan 1000 penari ini menjadi kebanggaan tersendiri bagi Wida. Karena, ini menjadi wujud nyata pembelajaran tari topeng Malang pada anak-anak sebagai bentuk enkulturasi budaya lokal.
Seni tari bagi lulusan S3 Pendidikan Seni Universitas Negeri Semarang ini bukanlah hal asing. Bertahun-tahun menggeluti seni tari, ia kini banyak terlibat dalam pengemasan beberapa tari Topeng Malang versi Kedungmonggo Pakisaji untuk proses pembelajaran seni tari di sekolah-sekolah.
“Memang saya lebih menekankan pada pembelajaran tari Topeng Malang baik untuk mahasiswa maupun pelajar. Masih perlu terus dikuatkan rasa cinta anak-anak terhadap budaya lokal, ya kemungkinan karena belum mengenal sepenuhnya,” lanjut Wida.
Perlu diketahui, tari khas Topeng Malangan selama ini berkembang di berbagai wilayah.
“Tari Topeng kalau di Malang ada di daerah Kedungmonggo (Pakisaji), Jambuwer (Wonosari), Tumpang, Jabung, dan Jatiguwi (Sumberpucung). Masing-masing punya karakter dan ciri yang berbeda-beda,” imbuh perempuan asli Kepanjen ini.
Fokus pada seni tari tradisional ini juga terus dikembangkan dalam bentuk literasi dan karya ilmiah. Satu buku berjudul Tari Topeng Malang sudah pernah ditulisnya.
Sebagai seniman tari, melestarikan dan membelajarkan tari Topeng Malang tentunya banyak tantangan.
“Kalau mengajarkan dengan praktik langsung pastinya susah terkait gerak tari topengnya. Anak-anak dan guru memang harus sabar dalam latihan dan membelajarkannya,” tegas perempuan yang kini Ketua Jurusan Seni dan Desain Fakultas Sastra UM ini.
Agar bisa diikuti secara visual, sebuah media pembelajaran topeng juga pernah dibuatnya. Yakni, TEILERIN Multimedia Interaktif (Pembelajaran tari Topeng Malang). Media ini merupakan salah satu strategi pembelajaran tari Topeng Malang bagian perbagian, sehingga akan lebih mudah dipahami. [amn]
Sumber dari: https://inspirasicendekia.com/wida-rahayuningtyas-sang-doktor-seni-tari-pencipta-grebeg-sabrang/