UM Cegah Paham Radikal Masuk Kampus

MALANG, TABLOIDJAWATIMUR.COM – Perbuatan radikalisme sudah mengandung unsur penggunaan kekerasan. Pelakunya pun sudah menyasar kaum muda. Bahkan gejala radikalisme telah lahir dan tumbuh di lingkungan sekolah dan perguruan tinggi. Untuk mencegahnya, perlu langkah-langkah strategis, sistematis, dan komprehensif.

OLEH sebab itu, Universitas Negeri Malang (UM), Jawa Tmur, mengelar Focus Group Discussion (FGD) secara virtual dengan tema Advokasi Pencegahan Radikalisme di kalangan mahasiswa UM, Jumat (11/03/2022).

Acara ini dibuka Rektor UM, Prof. Dr. AH. Rofi’uddin, M.Pd.  Hadi sebagai narasumber,  Prof. Dr. Hariono. Mpd, Wakil Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) RI, Kemas Ahmad Tajjudin, SH, MH,  Deputi Bidang Hukum, Advokasi,  dan Pengawas BPIP RI, Prof. Dr. Yusuf Hanafi, S.Ag., M.Fil.I, Wakil Dekan III FS UM, serta  Dr. Didik Sukriono, SH, M.hum, Ketua Departemen Hkn FIS UM.

Universitas Negeri Malang (UM), Jawa Tmur, mengelar Focus Group Discussion (FGD) secara virtual dengan tema “Advokasi Pencegahan Radikalisme” di Kalangan Mahasiswa UM, Jumat (11/03/2022).

Prof. Hariono menjelaskan pentingnya toleransi dan persatuan bangsa. Menurutnya, toleransi juga diartikan sebagai perilaku manusia yang tidak menyimpang aturan, dengan menghormati dan menghargai tindakan orang lain.

Indonesia adalah negara dengan kesatuan berbeda- beda suku bangsa dan agama. Oleh sebab itu Prof. Hariono tidak ingin Pancasila hanya sebagai pemersatu bangsa, akan tetapi Pancasila juga sebagai roh yang bisa membawa kemajuan negara Indonesia.

“Dengan kunci yang utama adalah kesetaraan sebagai sesama warga negara Indonesia, menjadikan Pancasila sebagai sumber inspirasi dan menyemai nilai- nilai Pancasila,” katanya.

Rektor UM, Prof. Dr. AH. Rofi’uddin, M.Pd, membuka FGD “Advokasi Pencegahan Radikalisme” di Kalangan Mahasiswa UM, Jumat (11/03/2022).

Dengan demikian, masih kata mantan Wakil Rektor 1 Bidang Akademik Universitas Negeri Malang ini, akan meningkatkan rasa persaudaraan, terhindar dari perpecahan, mempersatukan perbedaan, dan meningkatkan rasa nasionalisme bagi mahasiswa itu sendiri.

Sementara itu, Kemas Ahmad Tajjudin,  menjelaskan perihal pendekatan advokasi  terkait rasialisme dan ekstrimisme, khususnya di kalangan mahasiswa di era digitalisasi 4.0. “Karena Pancasila sebagai meja statis dan leitstar dinamis (bintang, pemandu) yang menuntun kehidupan berbangsa dan bernegara,  baik dalam hal kebijakan pemerintah maupun kehidupan bermasyarakat,” katanya.

Sedangkan Prof. Yusuf Hanapi, menjelaskan perihal tantangan dan ancaman integrasi dan harmoni bangsa. Menurutnya,  setiap  mahasiswa wajib memiliki moderasi beragama yang bertujuan pencegahan paham- paham radikalisme. Karena generasi muda masih dalam proses pencarian jati diri, sehingga  mahasiswa wajib dipahamkan bahwa mengkaji agama tidak sebatas doktrin tekstual semata,  akan tetapi perlunya pengalian aspek- aspek ajaran agama secara kontekstual dan interdisipliner.

Salah satunya dengan strategi moderasi beragama dengan mengedepankan keseimbangan dan jalan tengah, sehingga tidak terjebak pada sikap keagamaan yang radikal, baik ekstrem kiri (yang cenderung terlalu longgar dan liberal) maupun ekstrem kanan (yang cenderung terlalu ketat dan konservatif).

Pada kesempatan yang lain, Dr. Didik menjelaskan perihal model ketahanan kampus terhadap idiologi radikal. Caranya, perlu  pendekatan yang sesuai dengan ciri- ciri masyarakat akademisi. Kemudian selalu melakukan edukasi dengan pemahaman model ketahanan kampus yang bertujuan untuk memperbaiki pemahaman, sikap, dan perilaku.

Selain itu perlu pendekatan yang mengedepankan saling mengharagi dan menghormati tanpa membedakan jenis kelamin, usia, suku, asal daerah, budaya maupun agama. Model ketahanan kampus terhadap ideologi radikal merupakan salah satu bentuk  menghargai dan melindungi harkat dan martabat kemanusiaan.  (div/mat)

Sumber| http://tabloidjawatimur.com/um-cegah-paham-radikal-masuk-kampus/