Nilai Bahasa Indonesia Rendah Karena Guru Malas Baca

Nilai Bahasa Indonesia Rendah  Karena Guru Malas Baca , Malang post 14 juli 2017

Nilai Bahasa Indonesia Rendah Karena Guru Malas Baca , Malang post 14 juli 2017

Download Malang post 14 juli 2017

MALANG- Nilai 100 untuk mata pelajaran (mapel) Bahasa Indonesia sangat sulit didapatkan. Berbeda dengan mapel Matematika yang pada gelaran Ujiap Nasional (UN) sering bertebaran angka absolut,

Fenomena ini menurut Dr.Roekhan, M-Pd, dosen Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Negeri Malang (UM) dikarenakan belmn seragamnya penafsiran atan pemahaman gumterhadap materi yang disampaikankepada siswa.

“Bahasa Indonesia bukan pelajaran yang sulit, hanya saja mengapa siswa tidak bisa mendapatkan nilai atau angka 100 itu karena biasanya guru tidak memiliki tafsiran atau pemahaman yang sama,” ungkapnya kepada Malang Post

la menjelaskan, kemampuan menafsir pada guru masih rendah. Untuk menafsir perlu pengetahuan, danperlupengalaman, Karena pengetahuan dan pengalaman antar guru satu dengan yang lain berbeda, maka kemampuan interpretasi ataukemampuan menafsir tidaklah sama.

“Inilah yang membuat mengapa siSwa menghadapi guru-guru dengan penafsiran yang beragam,” ujarnya.

Dosen yang sekaligus menjabat Wakil Dekan n itu mengatakan, sebenarnya tidak semata-mata siswanya yang kurang paham mata pelajaran Bahasa Indonesia, tetapi guru juga haras berbenah.

Untuk berbenah ditingkat guru ada dua hal, pertama yakni Lembaga Penjaminan Mutu Pcndidikan (LPMP) yang dibawah naungan Dinas Pendidikan yang tugasnya melatih para guru. Lembaga ini mempunyai tanggung jawab untuk memberikan bekal yang cukup kepada guru agar memiliki pemahaman dan pengalaman yang memadai dalam Bahasa Indonesia.

Selain LPMP, yang haras berbenah kedua yakni guru. Guru jangan selalu bergantung terhadap buku teks.

“Buku teks biasanya dianggap sudah cukup bagi mereka sebagai pegangan untuk mengajar. Mereka lupa bahwa buku teks hanya sebagian dari materi saja. Untuk materi tambahan lainnya ya haras membaca,mengupgradepengetahuan dan pengalaman dalam bidang bahasa meliputi berbicara, membaca, menulis pengetahuan bahasa,” pungkasnya.

la juga menambahkan, dengan adanya pembinaan tersebut maka bisa menjadi modal bagi siswa untuk mendapatkan nilai maksimal Bahasa Indonesia. Dengan demikian maka perbedaan-perbedaan tafsir tiap guru bisa dikurangi.

“Kalau perbedaan sedikit sih tidak apa-apa, tapi jangan sampai pjsah. Seperti dalam agama, jangan sampai merabah akidah,” ujarnya. (tng4/oci)

Leave a Reply

Your email address will not be published.