Ramai Joki Skripsi di Media Sosial, Pakar Pendidikan UM: Mental Trabas Perlu Dihilangkan

Malang (beritajatim.com) – Beberapa hari ini jagat media sosial diramaikan dengan topik joki skripsi. Salah satu warganet melalui akun media sosial X bernama @abigailimuriaa merasa terkejut saat mengetahui banyaknya orang yang menganggap wajar praktik tersebut.

“Ini banyak banget yang pakai, tapi dinormalisasi sampai orang tuh enggak tahu kenapa joki itu sala,” begitu ungkapan rasa frustrasi Abigail Limuria terhadap praktik joki skripsi. Sejak diunggah pertengahan Juli lalu video ini telah ditonton sebanyak 11 juta kali oleh warganet X yang sebelumnya bernama Twitter.

Menanggapi kasus tersebut, pakar pendidikan Universitas Negeri Malang (UM) Prof. Dr. Suyono M.Pd., merasa tidak heran dengan fenomena ini. Namun, Prof Suyono menentang keras dan tidak setuju dengan joki skripsi.

foto beritajatim

Pakar pendidikan Universitas Negeri Malang Prof. Dr. Suyono M.Pd (Foto: Dani Alifian/beritajatim.com)

“Sebenarnya sih, tidak heran , tetapi bukan tidak setuju ada joki skripsi. Sebenarnya kalau diteliti betul akan ditemukan sebagai fenomena gunung es yang meleleh. Artinya kalau dicermati langsung sebenarnya yang terdeteksi itu yang meleleh di permukaan, tapi itu sebenarnya menggunung,” ujar Prof Suyono kepada beritajatim.com, Selasa (6/8/2024).

Baca Juga:  Joki Skripsi Kian Menjamur, Rektor Unair Kasih Kecaman

Ia menyebut joki skripsi sebagai potret kecil dunia pendidikan saat ini. Banyak praktik joki skripsi disebabkan karena banyak masyarakat yang masih bermental trabas.

“Ini soal mindset, mental trabas dilakukan banyak orang, inginnya cepat, ingin instan dan seterusnya dengan mengabaikan kaidah akademik,” tegas guru besar dari Fakultas Sastra UM ini.

Padahal, lanjut Suyono, sudah ada peraturan menteri tentang integritas akademik. Jika semua telah mengamalkan itu maka joki skripsi tidak mungkin terjadi. “Jadi kita kita juga tidak usah terlalu heran. Jangankan aturan buatan manusia, aturan Tuhan kadang di lawan. Itu semua terjadi karena mental trabas,” jelasnya.

Tak hanya joki skripsi, kejahatan akademik atau kejahatan karya ilmiah itu ada berbagai macam. Prof Suyono menyebut ada tiga sampai lima pelanggaran ilmiah, seperti plagiasi, falsifikasi, dan fabrikasi. “Plagiasi itu tetap kejahatan tetapi sebenarnya adalah yang lebih jahat lagi dan tidak menjadi perhatian masyarakat bernama fabrikasi dan falsifikasi,” tegasnya.

Falsifikasi dilakukan dengan cara pengkondisian data penelitian agar sesuai dengan kepentingan pihak terkait. Sementara itu, dalam fabrikasi penelitian tidak dilakukan tapi seolah – seolah ada data.

“Yang lebih bahaya lagi itu ada penulis bayangan atau ghost writer. Tulisan dibuatkan oleh orang lain, parahnya ini tidak hanya dilakukan S1, calon guru besar itu juga ada. Setelah selesai ditulis ‘ghost’, dipelajari mati matian artinya ujian skripsi bisa, ujian tesis atau disertasi pun ya bisa,” jelasnya.

Direktur Pendidikan UM ini menyebut jika mental trabas sudah menjadi tradisi maka masyarakat akan menghalalkan segala cara. Oleh sebab itu, kuncinya saat ini dengan mengkondisikan mental trabas.

“Jangan bangga dan puas dengan gelar guru besar , sarjana, magisters, atau doktor yang diperoleh dengan cara tidak benar. Itu perlu ditanamkan sejak dini, kalau itu diketahui anak SD, SMP, SMA, kalau sejak dini melakukan kecurangan seperti itu jadi apa bangsa ini? Itu PR besar yang harus diselesaikan bersama sama , orang tua , guru, dosen, siswa, dan mahasiswa harus sadar diri,” tegasnya.

Prof Suyono menyebut proses penyadaran memang tidak bisa instan, harus dilakukan dengan serius, sabar, pelan dan tidak bisa sangat drastis. Harus ada cara yang bisa digunakan secara masif kepada semuanya siswa SD, SMA, SMP untuk mengatasi itu.

Baca Juga:  Mahasiswa UMM Ciptakan Produk Kecantikan Krim Antikerut

Meski begitu, pihaknya menyebut dari segi potensi, pendidikan di Indonesia tidak kalah dengan luar negeri. Hanya saja, masalah sandungan yang menciptakan ekosistem kurang bagus.

“Tinggal kita harus terus menerus menyadarkan generasi muda ini untuk bertanggung jawab, punya moralitas tinggi, untuk menghargai proses itu bisa kita lakukan. Siapapun itu kalau menghargai proses akan menjadi orang berbeda, bukan hanya mental trabas,” tutup guru besar UM ini dengan tegas. [dan/suf]

Sumber|https://beritajatim.com/ramai-joki-skripsi-di-media-sosial-pakar-pendidikan-um-mental-trabas-perlu-dihilangkan