Kampus UM Mengubah Air Hujan Menjadi Air Minum
Universitas Negeri Malang atau lebih dikenal sebagai UM memanfaatkan air hujan untuk memenuhi konsumsi air bersih dengan menggunakan teknologi mereka.
Universitas Negeri Malang atau UM berkreasi menampung dan mengolah air hujan agar bisa dimanfaatkan untuk kepentingan sanitasi kampus, bahkan untuk air minum. Hasilnya, potensi termanfaatkan dan efisiensi mulai terjadi.
Selama ini, air hujan membasahi Kampus UM lalu mengalir begitu saja ke sungai. Sungai kecil itu letaknya memang di dalam area kampus utama. Luas kampus utama adalah 463.992 meter persegi.
Laju air hujan mengalir ke sungai kian cepat karena beberapa bagian kampus tertutupi aspal. Oleh sebab itu, sejak beberapa waktu lalu, sejumlah jalan aspal di UM diganti dengan paving block. Tujuannya, agar air hujan bisa meresap ke dalam tanah dan menjadi ”kekayaan” tersimpan UM berupa air tanah.
Di sisi lain, UM selama ini dibebani dengan tagihan listrik dan air dengan jumlah cukup fantastis. Tagihan listrik UM sebesar Rp 500 juta per bulan. Adapun tagihan air PDAM sebesar Rp 120 juta-Rp 130 juta per bulan.
![Air minum kemasan dari air hujan buatan Universitas Negeri Malang](https://dmm0a91a1r04e.cloudfront.net/4YPOL67JCALeDnBSSU2RpqR_rcM=/1024x768/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F07%2F28%2F364febae-36cc-48bd-a63c-77f958eab9a6_jpg.jpg)
Dua hal ”kontras” itulah yang mendorong Rektor UM Hariyono mendorong inovasi di kampus yang dipimpinnya sejak tahun 2022 itu. ”Pak Rektor berinisiasi memanfaatkan air hujan untuk keperluan seisi kampus, dan kalau bisa untuk air minum yang layak dikonsumsi,” kata Direktur Sarana Prasarana dan Aset UM Sunaryono, Kamis (27/7/2023).
Atas dasar inisiasi itu, bagian sarana prasarana dan aset menunjuk seksi rumah tangga untuk menangani proyek pengolahan air hujan itu. Tim dibentuk, di bawah komando kepala seksi rumah tangga.
Selanjutnya, tim mulai menampung air hujan. Beberapa bak penampungan khusus dibangun, misalnya di gedung-gedung baru UM, seperti gedung rektorat serta gedung kuliah bersama A19 dan A20. Penampungan air ini berada di dalam tanah.
![Petugas memeriksa instalasi pengolah air hujan menjadi air minum buatan Universitas Negeri Malang, Jawa Timur, Kamis (27/7/2023).](https://dmm0a91a1r04e.cloudfront.net/Dw6eaOHWUmtQ2dWqMHz42k0qDLA=/1024x768/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F07%2F28%2Fe5a43821-796b-4b12-95cd-854228ee0f69_jpg.jpg)
Konstruksi bangunan pun dibuat agar memungkinkan air masuk ke dalam pipa-pipa yang ditanam di dalam gedung, untuk kemudian masuk ke dalam bak penampungan air di bawah tanah. Kapasitas ground tank atau bak penampungan air bawah tanah milik UM tersebut 80.000 liter.
”Selama ini air hujan hanya terbuang percuma ke sungai. Kenapa tidak dimanfaatkan, agar tidak terbuang sia-sia. Kalau hal ini bisa diterapkan di seluruh masyarakat, maka kemandirian pangan dalam hal ini air minum bisa saja tercapai,” kata Hariyono.
Memanfaatkan potensi air hujan yang selalu melimpah saat musim hujan, menurut dia, bisa menjadi salah satu solusi ke depan atas ketergantungan UM pada air minum kemasan dan PDAM.
![Gedung Rektorat Universitas Negeri Malang](https://dmm0a91a1r04e.cloudfront.net/JbdHcyn9mJklkihW1C7xbuwecdE=/1024x768/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F07%2F28%2Fda1967cf-3469-4033-ab79-6f82f814ab23_jpg.jpg)
Teknis
Kepala Seksi Rumah Tangga Direktorat Sarana, Prasarana, dan Aset UM Faul Hidayatunnafiq mengatakan bahwa selama ini UM menggunakan air dari dua sumber utama, yaitu air tanah (sumur) dan PDAM.
”Dengan pemanfaatan air hujan ini, UM ingin menjadikan sumber air utama berupa air hujan dan sumber cadangan berupa air tanah dan PDAM,” kata Faul.
Ia menambahkan, instalasi bak penampungan bawah tanah, tangki filtrasi, dan pengolahan pH terletak di lantai 3 Gedung Rektorat UM. Dalam sehari, kebutuhan air bersih di gedung rektorat saja mencapai 2.000-5.000 liter. Belum gedung-gedung lain. Dengan kapasitas bak penampungan air hujan 80.000 liter, menurut Faul, setidaknya kebutuhan air bersih untuk gedung rektorat selama 40 hari bisa terpenuhi dari air hujan.
![Petugas memeriksa instalasi pengolah air hujan menjadi air minum buatan Universitas Negeri Malang, Jawa Timur, Kamis (27/7/2023).](https://dmm0a91a1r04e.cloudfront.net/Aj-1247eiZdlrjbpBfrpFlqNaTc=/1024x768/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F07%2F28%2F5dd99306-2c55-44a4-bcf8-47d182341f1b_jpg.jpg)
”Dari bak penampungan, air kami naikkan lagi ke tangki-tangki filtrasi. Dari sini sebenarnya sudah bisa digunakan untuk mengisi keperluan kamar mandi dan kebutuhan lain. Namun, jika ingin bisa dikonsumsi (diminum), maka butuh diolah lagi dengan alat elektrolisis hingga ditemukan kadar pH yang diharapkan,” kata Faul. Setelah kadar pH sesuai, lanjutnya, air siap dikemas untuk dikonsumsi.
Hasil cek laboratorium, air minum kemasan dari air hujan buatan UM memiliki pH 6,8 (pH normal air berkisar 6,5-8) dan indikator lain, seperti kandungan E-coli, kurang dari 1. ”Dari semua indikator itu, air kemasan buatan kami layak untuk konsumsi,” ujarnya.
Selama ini air hujan hanya terbuang percuma ke sungai. Kenapa tidak dimanfaatkan, agar tidak terbuang sia-sia.
Kapasitas tangki elektrolisis tersebut 500 liter. Dan dari tangki itu pula, air kemasan berbahan air hujan milik UM berasal. Air kemasan hanya digunakan di lingkungan UM sendiri, misalnya saat wisuda atau saat menjamu tamu. Sudah ada sekitar 5000 botol air kemasan dari air hujan yang telah diproduksi UM.
”Ke depan kami ingin agar alat dan mesin pengolah yang digunakan adalah pengembangan dari UM sendiri. Untuk saat ini masih pabrikan semua. Kami sedang bekerja sama dengan fakultas untuk mewujudkan hal itu,” tuturnya.
![Universitas Negeri Malang berusaha memasukkan air hujan ke dalam tanah agar menjadi air tanah dengan cara tidak mengaspal kawasannya, tetapi dengan memasang <i>paving block</i>.](https://dmm0a91a1r04e.cloudfront.net/lnFp_DnLq-wJYzZBeDOt-zC2sXo=/1024x768/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F07%2F28%2F80702b9f-a193-44ef-913a-5bba68640c18_jpg.jpg)
”Memang saat ini instalasi ini masih prototipe. Belum berdampak signifikan pada efisiensi air yang digunakan di UM. Tagihan bisa dihemat dengan pengolahan sendiri seperti ini, masih sekitar Rp 15 juta-Rp 20 juta,” kata Sunaryono.
Namun, UM terus berupaya menambah beberapa bak penampungan, membuat sumur resapan, menggunakan paving block, dan melakukan upaya-upaya lain untuk menahan air hujan agar tidak segera lari ke sungai dan meresap masuk ke dalam tanah di lingkungan UM. ”Ini akan jadi ’tabungan’ air tanah bagi kami,” tambahnya. Untuk mengurangi tagihan listrik pun UM saat ini terus mengembangkan solar cell di lingkungan kampus.
UM adalah salah satu universitas negeri di Kota Malang, dengan jumlah mahasiswa saat ini 32.852 orang, jumlah dosen 1183 orang, serta tenaga pendidik 953 orang. Kampus ini dahulu dikenal sebagai pencetak guru (nama sebelumnya IKIP Malang). Namun, setelah menjadi universitas pada 4 Agustus 1999, UM memiliki 140 program studi dan meluluskan banyak lulusan yang tidak saja berprofesi sebagai guru. Mahasiswa UM saat ini berasal dari banyak daerah di Tanah Air, meski sebagian besar masih dari Jawa.
Upaya UM untuk mandiri air bersih dan air minum patut diacungi jempol. Meski masih diakui sebagai prototipe dan belum berdampak besar, mereka yakin, jika hal itu terus dilakukan dan disempurnakan, cita-cita kemandirian air bersih bagi mereka bisa tercapai.
Sumber|https://www.kompas.id/baca/nusantara/2023/07/28/untuk-efisiensi-kampus-um-ubah-air-hujan-menjadi-air-minum