Badak Jawa dalam Simfoni Rupa, Sebuah Pameran Tugas Akhir Mahasiswa Seni Rupa UM

Kamis, 15 Agustus 2024 – 20:32 | 12.36k

TIMESINDONESIA, MALANG – Pameran seni rupa bertajuk “Simfoni Rupa” di Malang Creative Center (MCC) menampilkan karya tiga mahasiswa Universitas Negeri Malang (UM) yang menvisualisasikan keberagaman Indonesia melalui berbagai medium seni.

Pameran tugas akhir yang berlangsung dari 14 hingga 16 Agustus 2024 ini, menghadirkan karya fotografi, lukisan, dan batik yang menggugah emosi dan membuka wawasan pengunjung tentang keunikan Indonesia.

Bryan Pramana Putra mahasiswa seni rupa Universitas Negeri Malang disamping karyanya yang berjudul 'Barang yang Berharga' (foto: M Tsabit Taqy Izdihari/TIMES Indonesia)

Bryan Pramana Putra mahasiswa seni rupa Universitas Negeri Malang disamping karyanya yang berjudul ‘Barang yang Berharga’ (foto: M Tsabit Taqy Izdihari/TIMES Indonesia)

 ‘Simfoni’ mengacu pada harmoni dan keselarasan, seperti pada musik orkestra sedangkan ‘Rupa’ mengartikan pameran seni visual yang terpampang. Tema ini diambil oleh ketiga mahasiswa seni rupa UM karena mengambil inspirasi simfoni keselarasan visual tentang kelestarian yang perlu dilestarikan dan memaparkan melalui 3 jenis seni yaitu lukis yang ditampilkan Bryan Pramana Putra; batik oleh Rohmatus Sifah; dan fotografi oleh Auliandika Lazuardy.

Bryan Permana Putra salah satu mahasiswa seni rupa asal Malang ini mempersembahkan karya seni lukis gaya dekoratif dengan teknik digital. Ia menvisualisasikan hewan khas Jawa yakni badak bercula satu. Bryan mengambil hewan itu untuk dijadikan visual di karyanya karena hewan tersebut terancam punah.

Mahasiswa-Seni-Rupa-UM-2.jpg

Bryan Pramana Putra dan karyanya yang berjudul ‘Lestarikan’. (foto: M Tsabit Taqy Izdihari/TIMES Indonesia)

“Pertama saya googling mencari hewan-hewan yang terancam punah di Indonesia khususnya di pulau Jawa, nah saya menemukan hewan endemik Jawa yang sangat terancam punah yang populasinya sangat sedikit yaitu ini (Badak Jawa),” ucap Bryan kepada tim TIMES Indonesia, Kamis (15/8/2024).

Ia menegaskan melalui karyanya bahwa perburuan liar terhadap hewan endimik Jawa harus dihentikan, dan upaya perlindungan harus diperkuat.

“Melalui karya yang saya buat ini agar penikmat karya atau masyarakat akan terancamnya hewan badak Jawa karena populasinya yang sangat sedikit, kemudian mengkritik kondisi sosial mengenai perburuan liar terhadap badak Jawa ini,” ujarnya.

Bryan mempersembahkan beberapa karya diantaranya 3 karya tersebut berjudul ‘Lestarikan’, ‘Diburu’ dan ‘Barang yang Berharga’. Dari masing masing karya itu memiliki makna filosofi yang mendalam. Contohnya karya yang berjudul ‘Lestarikan’ menggambarkan badak bercula satu yang sedang berpose berdiri gagah layaknya manusia dengan dihiasi bunga mawar di sampingnya menandakan tanpa adanya perburuan liar, hewan tesebut akan bisa hidup sejahtera di habitatnya dan juga mawar yang melambangkan cinta dan kasih sayang.

“Karya ini (karya yang berjudul ‘Lestarikan’) menggambarkan visualisasi badak jawa yang berdiri gagah, ini maksudnya mengartikan bahwa jika  tidak ada perburuan liar terhadap badak jawa maka badak jawa akan hidup sejahtera di alamnya, kemudian ada objek bunga mawar ini kan yang melambangkan cinta dan kasih sayang mengajak kepada penikmat karya untuk mencintai hewan endemik Jawa,,” ucapnya.

Karya Bryan yang berjudul ‘Barang yang Berharga’ mengvisualkan 3 kepala badak yang kehilangan culanya dan berkalung cula badak itu sendiri dengan bermotif seperti berlian.

Karya tersebut memiliki arti bahwa badak badak itu diburu untuk diambil culanya lalu dijual hanya untuk kepentingan materi yang tidak bermateri yaitu uang serta tanpa mempertimbangkan peradaban atau populasi dari badak bercula satu itu sendiri.

“Ini beberapa kepala badak Jawa yang kehilangan culanya dan memakai kalung berlian seperti berbentuk cula, ini mengartikan bahwa perburuan liar badak Jawa ini hanya diburu untuk diambil culanya saja yang digambarkan kalung berlian seperti judul karya ini ‘Barang yang Berharga’,” ucap Bryan, lalu di lukisan itu terdapat bunga hyacinth ungu sebagai simbol penderitaan yang pahit atau melambangkan kesedihan.

Untuk karya dengan judul ‘Diburu’ menggambarkan badak bercula satu yang berada dihabitatnya sedang berkubang. Namun disisi pojok dari bawah maupun atas terdapat semacam senjata yang digunakan oleh pemburu untuk mengahabisi hewan. Hal ini mengartikan jika badak yang awalnya sedang hidup damai akan tetapi terdapat ancaman dari pemburu yang tidak bertanggung jawab.

Dengan berkembangnya teknologi yang semakin maju di era saat ini, seni rupa juga terkena impact dalam segi produksi. Dalam pembuatan karya untuk pameran tugas akhir, Bryan memanfaatkan kecanggihan teknologi dengan menggunakan komputer memakai software krita.

Untuk kedepannya Bryan ingin melanjutkan perjalanan senimannya dengan terus berkreasi meciptakan karya-karya baru serta bermimpi menjadi ilustrator. Lalu tidak menutup kemungkinan juga ingin mengadakan pameran tunggal dikemudian hari. (*)

Sumber|https://timesindonesia.co.id/pendidikan/506312/badak-jawa-dalam-simfoni-rupa-sebuah-pameran-tugas-akhir-mahasiswa-seni-rupa-um