Komunikasi Batin dengan Alm Ortu

Komunikasi Batin dengan Alm Ortu

Berbahagialah, bagi mereka yang melewatkan Ramadan bersama orang tuanya. Atau siapa pun yang masih dimanja orang tuanya yang masih hidup harus lebih banyak bersyukur. Kedua orang tua saya, H. Abdul Wahid dan Hj. Maftuhah sudah meninggalkan saya sejak 2005. Tidak ada lagi perhatian dan kasih sayang seperti ketika mereka ada. Satu-satunya komunikasi dengan mereka, hanyalah lantunan doa dan surat Alfatihah selepas salat.

Dalam doa, saya sampaikan rindu bertemu dan mengobrol dengan mereka. Hampir selepas salat doanya sama. Selang beberapa tahun, ada pengalaman unik yang saya alami. Suatu hari, ketika saya beraktivitas seperti hari-hari biasa, saya merasakan sosok kedua orang tua saya.

Bukan berwujud sosok seperti manusia, namun berupa suasana dan kenangan yang kuat yang tiba-tiba muncul. Kenangan itu, seperti film yang terputar di dalam kepala. Sangat jelas bagi saya untuk melihat ”film” itu. Kadang pun, ketika tidur, saya merasa seolah-olah saya berkomunikasi dengan mereka.

Saya menyebutnya, lintas batin dengan dimensi lain. Saya tahu betul, hal seperti ini bisa jadi karena gangguan setan. Atau mungkin ada setan yang menyerupai kedua orang tua saya. Tetapi, jika gangguan setan justru mendekatkan saya dengan sang Ilahi, saya kira itu adalah jawaban atas doa dan kerinduan saya kepada orang tua. Saban hari, ketika berdoa kepada Allah, saya mohon ampunan bagi kedua orang tua. Di setiap waktu, di dalam doa saya, entah pagi maupun malam.

Mungkin, doa saya diijabahi atau dikabulkan Allah. Makanya Allah hadirkan sosok kedua orang tua saya seolah dekat dengan saya. Perkara lintasan batin yang saya sebut, mungkin tidak semua orang memahaminya. Hanya orang tua seperti saya yang memahaminya. Konsep lintasan batin itu mirip telepon seluler maupun media sosial. Mendekatkan yang jauh, tanpa harus bertemu. Kira-kira seperti itu.

Atau contohnya begini, pada tahun 80-an saya kuliah di UM, sementara ibu di Jombang. Saya saat itu jatuh sakit. Ndilalah, ibu datang ke Malang dan sudah punya firasat kalau saya ini sakit. Hal seperti ini yang saya sebut lintasan batin. Pun ketika mereka sakit, tiba-tiba saya ada dorongan untuk pulang ke Jombang. Kalau zaman sekarang, orang tua belum tentu mengalami hal seperti ini. Kemajuan zaman memudahkan kontrol lewat teknologi. Kalau dulu, perasaan saling terhubung seperti, atau maksud saya lintasan batin, dulu paling marak.

Ketika mereka sudah tiada, kadang kala perasaan lintas batin itu kerap muncul. Saya syukuri itu, karena ini membuat saya harus ingat jasa mereka membesarkan saya. Ibu selayaknya madrasah bagi saya, mengajarkan saya huruf hijaiah (huruf Arab). Bapak juga mengajarkan saya harus disiplin, harus bertanggung jawab.

Ada yang tidak bisa saya tiru dari mereka. Masalah kedisiplinan. Waktu saya kecil, saya tidak berani memakai sandal ibu dan bapak. Tetapi, itu tidak bisa saya ajarkan kepada anak-anak saya. Nah, hal seperti itu yang selalu saya kangeni dari bapak dan ibu. Mereka tidak membentak atau memarahi saya sampai membuat saya takut. Cara mereka mengasihi dan bersikap tegas, itu agaknya memang susah saya tiru.

Setelah bapak dan ibu pergi, setiap Lebaran saya dan keluarga wajib nyekar ke makam. 1 Syawal itu menjadi tanggalan favorit bagi saya. Waktu lama saya habiskan hanya untuk duduk dan membacakan Alfatihah, surat Yasin, sebelum melangkahkan kaki ke rumah saudara.
Saya ingat betul doa bapak ibu buat saya. Dulu orang tua kalau sudah berdoa, ya berdoanya hanya yang baik-baik saja. Kalau bukan perkara anaknya sukses, ya anaknya minimal bisa jadi guru. Kurang lebih doa orang tua saya seperti itu.

Saya masuk UM untuk kuliah, jadi dosen, dan menamatkan studi hingga S-3, lalu diangkat menjadi rektor, itu semua tidak lepas dari peran kedua orang tua. Tidak ada yang tahu takdir membawa jalan cerita seseorang seperti apa. (es/c2/abm)

Penulis: Prof Dr Ahmad Rofi’udin, Rektor Universitas Negeri Malang (UM).

Sumber dari: http://www.radarmalang.id/komunikasi-batin-dengan-alm-ortu/

Leave a Reply

Your email address will not be published.