MALANG POSCO MEDIA, MALANG- Pancasila tidak boleh diartikan sempit. Tidak hanya politik. Tidak hanya kenegaraan. Karena makna Pancasila bermakna luas. Sesuai dengan semangat dicetuskannya Pancasila oleh pendiri Bangsa Indonesia.
Hal tersebut disampaikan Rektor Universitas Negeri Malang (UM) Prof. Dr. Hariyono, M.Pd, saat membuka Kuliah Kebangsaan, Jumat (9/8) kemarin. Kegiatan itu digelar UM dengan tema, Mewujudkan Ekonomi Berkelanjutan: Peluang dan Tantangan menuju Indonesia Emas. Digelar di Lantai 9 GKB A-19.
APRESIASI: Rektor Universitas Negeri Malang (UM) Prof. Dr. Hariyono, M.Pd memberikan cinderamata kepada Komisaris Utama B Universe Drs. Enggartiasto Lukita dan Ketua APINDO Jawa Barat Ning Wahyu A, S.Pd., MM sebagai narasumber dalam acara Kuliah Kebangsaan, Jumat (9/8) kemarin.
Prof Hariyono mengatakan, Pancasila menjadi meja statis yang mewadahi berbagai elemen bangsa dari berbagai etnis. Sehingga mampu memperkuat toleransi dari perbedaan dan kondisi masyarakat yang majemuk.
Jiwa Pancasila inilah yang dijunjung tinggi UM dan menjadi kampus yang inklusif. Menerima dari berbagai kalangan dan latar belakang. “Inklusif tidak saja tengang orang berkebutuhan khusus, tapi juga terbuka untuk semua kalangan. Berbagai etnis, agama, termasuk latar belakang sosial dan ekonomi,” katanya.
Prof Hariyono menambahkan, Pancasila tidak berhenti di toleransi. Tapi juga menjadi bintang penuntun. Maka Pancasila juga mengajarkan tentang prestasi dan inovasi. “Karena persatuan tidak akan kuat tanpa kemajuan. Negara tidak mungkin berdaulat kalau hanya saling menghormati, tapi juga harus maju dari sisi ekonomi, militer, pendidikan, kesehatan dan sebagainya,” ujarnya.
Dalam kesempatan Kuliah Kebangsaan ini, Rektor UM juga mengimbau kepada para mahasiswa untuk memerangi feodalisme dan kebodohan. Setiap sikap dan perkataan mereka harus berdasarkan pengetahuan. “Urusan makanan saja kita harus mikir. Kalau kita terus makan dari bahan impor tentu ini dapat mengurangi devisa. Maka kita perlu berinovasi agar progres perekonomian bangsa ini terus meningkat,” imbuhnya.
Rektor berharap Kuliah Kebangsaan dapat memberikan inspirasi bagi mahasiswanya. Selain itu dapat menghilangkan sekat antara perguruan tinggi dan dunia usaha. “Semoga para narasumber kuliah kebangsaan ini dapat menginspirasi. Karena yang kita takutkan oleh penjajah saat ini bukan kehilangan aset perekonomian, tetapi hilangnya kepribadian dan kepercayaan diri,” ungkapnya.
Kuliah Kebangsaan kali ini, UM menghadirkan Komisaris Utama B Universe Drs. Enggartiasto Lukita dan Ketua APINDO Jawa Barat Ning Wahyu A, S.Pd., MM sebagai pembicara. Dalam kesempatan tersebut, Ning Wahyu A mengatakan, Generasi Z punya potensi besar dari generasi-generasi sebelumnya. Meskipun begitu, generasi Z dikenal sebagai generasi yang rapuh. Berbagai julukan pun disematkan untuk generasi ini.
Mulai generasi tempe, stroberi dan mie instan. Itu karena karakter generasi ini yang lemah dan mudah menyerah. Tidak suka pada sebuah proses, melainkan hasil yang instan. “Tetapi kalian sebagai generasi Z memiliki keunikan, yaitu memiliki self confidence, terampil teknologi, toleran, multitasking, kreatif dan inovatif serta challenger to the tradisional model. Nilai positif ini perlu dikembangkan untuk membuat kalian lebih hebat,” terangnya di hadapan para mahasiswa. (imm/udi)