Setahun UM Raup Rp 9 M, UB Rp 70 M

Pendapatan Unit Bisnis Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum

MALANG KOTA- Dua perguruan tinggi negeri, Universitas Negeri Malang (UM) dan Universitas Brawijaya (UB) kian mengepakkan sayap bisnisnya. Ini setelah status dua kampus itu berubah dari Badan Layanan Umum (BLU) menjadi Perguruan Tinggi Negeri-Berbadan Hukum (PTNBH). Sehingga dua kampus itu dituntut harus lebih mandiri. Agar tak bergantung lagi pada pendapatan dari Uang Kuliah Tunggal (UKT) mahasiswa semata.

UM misalnya, terus menggenjot pendapatan dari 7 unit usaha di luar bidang pendidikan. Ketujuh unit itu berhasil menyumbang pendapatan kampus senilai Rp 9 miliar tiap tahunnya. Jumlah ini masih di bawah target sebesar Rp 15 miliar. “Alasannya pada salah satu unit kami, masih ada pembatasanpembatasan imbas dari pandemi. Contohnya seperti Graha Cakrawala ada potensi pendapatan yang tidak terealisasi, karena banyak event yang harus kami tolak,” tutur Sekretraris Badan Pengelola Usaha dan Dana Abadi (BPUDA) UM Subagyo SE SH MM.

(rio/ radar malang)

Ditolaknya beberapa event itu disebabkan susahnya mendapatkan izin dari Satgas Covid-19 Kota Malang. Sehingga, UM tak mau mengambil risiko dalam menggelar sebuah event, tanpa izin dari pihak berwenang. Selain itu menurut Subagyo, ada unit usaha yang masih dalam proses pengembangan, seperti Percetakan UM. Sehingga belum bisa menghasilkan laba yang optimal. “Ke depan setelah pandemi mereda, kami ingin pendapatan sesuai target dulu Rp 15 miliar. Kemudian bertahap ditingkatkan,”katanya

Tujuan akhir adanya badan pengelola bisnis ini yaitu pendapatan kampus bisa bertambah signifikan. Sehingga mahasiswa tak perlu lagi membayar uang kuliah terlalu mahal. Dijelaskan Subagyo, tujuh unit usaha itu terbagi ke dalam dua divisi. Pertama yakni divisi pengembangan bisnis dan industri pembelajaran. Unit usaha yang masuk dalam divisi pengembangan bisnis contohnya sarana dan prasarana. Ada tiga gedung besar yang tergabung dalam unit usaha tersebut, di antaranya Graha Cakrawala, Sasana Krida dan Sasana Budaya.

Selanjutnya, unit usaha asrama. UM memiliki 7.500 kamar asrama yang tersebar di tiga kampus. Kampus utama Jalan Veteran, kampus dua Madyopuro dan kampus di Blitar. Serta dua unit usaha lain yakni percetakan UM dan Kreasi Cakrawala. “Pendapatan paling tinggi di divisi pengembangan bisnis dari asrama, satu tahun sekitar Rp 2,5 miliar. Dulu sebelum pandemi dipegang Graha Cakrawala, bisa sampai Rp 7 miliar. Sekarang turun jadi Rp 2 miliar,” jelas Subagyo. 

Sedangkan untuk satuan usaha percetakan dan kreasi cakrawala masih dalam tahap pengembangan. Jadi belum bisa menyumbang omzet yang optimal. “Kalau percetakan pendapatan sekitar Rp 500 juta. Kami masih terus investasi di satuan usaha ini,” sambungnya. 

Sementara divisi kedua yang dimiliki UM yaitu industri pembelajaran. Terdiri dari tiga unit usaha. Pertama, diklat pendidikan bisnis dan teknologi dengan 9 program studi. Kemudian diklat jangka pendek yang bekerja sama dengan pemerintah daerah. Contohnya diklat kepala sekolah, perpustakaan, laboratorium. Terakhir, ada diklat otomotif yang bekerja sama dengan salah satu pabrikan besar asal Jepang. “Kalau dari divisi ini digabung mendapatkan dana senilai Rp 4,5 miliar,” beber pria asli Gedangan Kabupaten Malang itu.  

Dengan masih berprosesnya beberapa unit usaha, Subagyo tak memungkiri BPUDA UM masih mendapat subsidi dari kampus. Untuk biaya operasional, mereka mendapat sekitar Rp 3,5 miliar tiap tahunnya. Itu belum dihitung biaya investasi yang juga dikeluarkan oleh kampus. Menurutnya, seiring berjalannya waktu dan membaiknya pendapatan unit usaha, ke depan, BPUDA berencana mendirikan sebuah Perseroan Terbatas (PT). Sehingga dana yang mereka dapat bisa diolah kembali. Agar tidak selalu mendapat subsidi dari kampus. “Kami juga melakukan kolaborasi, dari pihak internal dosen dan mahasiswa. Serta dari eksternal seperti investor,” kata Subagyo.

Ke depan, untuk menggenjot pendapatan dari unit usaha, UM akan membangunkan kembali aset-aset yang selama ini tertidur. Seperti misalnya Wisma Tumapel dan rudah Dinas yang tak terpakai. Rencananya akan diubah menjadi guest house untuk umum. Selain itu, Graha Cakrawala akan diubah menjadi Convention Hall yang lebih apik lagi. Serta UM akan memiliki cafe dan resto bernama Bistrovia yang terletak persis di samping Jalan Veteran. 

UB Miliki 29 Unit Bisnis.

Dibandingkan UM, unit bisnis UB jauh lebih banyak. Yakni 29 unit bisnis. Dan pendapatan per tahun menembus Rp 70 miliar. Pendapatan itu masih jauh di bawah target ideal yang harusnya Rp 100 miliar per tahun. Karena itu pendapatan dari unit bisnis yang dipunyai UB hingga saat ini masih belum bisa membantu pembiayaan pelaksanaan pendidikan di sana.

Direktur Utama Badan Pengelola Usaha (BPU) UB Dr Sihabudin SH MH mengatakan tujuan adanya unit usaha milik kampus adalah untuk kemudian meringankan beban pembiayaan pendidikan yang ada. Jadi, pihaknya mengatakan jika pertumbuhan unit bisnis sudah dapat memberikan profit yang besar. Nantinya beban pembiyaan pendidikan di kampus UB bisa menurun. Artinya, besaran UKT dan uang gedung yang selama ini dibayarkan oleh mahasiswa ke kampus bisa turun atau lebih murah. Sayangnya, Sihabudin mengaku selama ini pendapatan unit-unit bisnis yang dimiliki UB belum bisa menyumbang biaya pendidikan yang ada. Sebab, pendapatan dari unit bisnis yang ada masih berputar untuk pembiyaaan operasionalnya saja.

“Pendapatan setiap tahunnya itu masih di kisar Rp 60 miliar sampai Rp 70 miliar. Di angka tersebut kita masih defisit,” ujarnya. 

Apalagi dua tahun lalu pandemi membuat pendapatan unit bisnis turun drastis hingga 40 persen. Itu artinya, pendapatan unit bisnis UB pernah hanya di angka Rp 40 miliar saja. Tentu saja hal itu membuat defisit kian parah. Unit bisnin yang paling terdampak saat itu adalah Badan Usaha Non Akademik seperti asrama, guest house, dan lain-lainnya. 

Sihabudin menambahkan saat ini Rumah Sakit UB yang menjadi unit bisnis dengan biaya operasional paling besar. Sehingga, pendapatan RS UB masih berputar untuk operasionalnya saja. Bahkan, itupun masih defisit atau kurang.

Lebih lanjut Sihabudin mengatakan unit bisnis yang ada tidak semuanya bisa untuk fokus berorientasi pada profit. Sebab, dalam menjalankan unit bisnis tersebut ada aspek-aspek sosial yang diterapkan. Sehingga, penerapan target pendapatan masih belum bisa ketat. Namun, pihaknya mengaku akan terus memperbaiki sistem pengelolaan yang ada. “Rencananya nanti untuk manager atau pengelola akan memberdayakan praktisi yang benar-benar ahli di bidang bisnis-bisnis tertentu,” ungkapnya. 

Hal itu bertujuan untuk meningkatkan pendapatan setiap tahunnya. Meski begitu, pihaknya yakin ke depan pendapatan unit bisnis akan mengalami peningkatan setiap tahunnya seiring dengan pulihnya sektor ekonomi pasca pandemi. “Target tahun ini Rp 100 miliar. Itu saya rasa sudah baguslah, sudah bisa surplus tipis-tipis,” terangnya.

Sihabudin menyebut jika pendapatan sudah mencapai Rp 200 miliar, kemungkinan besar penurunan UKT atau bantuan pembiayaan pendidikan di UB bisa dilakukan. “Secara umum target 2 tahun ke depan kita sudah bisa surplus,” imbuhnya. Selama ini pelaksanaa pendidikan di UB masih mengandalkan pembayaran UKT sebagai pemasukan utama. Harapannya, ke depan UKT yang dibebankan kepada masyarakat atau orang tua mahasiwa akan semakin murah. Sehingga, kesempatan untuk berkuliah semakin terbuka lebar. (adk/dre/abm)

Sumber|https://radarmalang.jawapos.com/pendidikan/28/08/2022/setahun-um-raup-rp-9-m-ub-rp-70-m/