Seminar Nasional Nitisastra IV di Universitas Negeri Malang; Membentuk Karakter Bangsa lewat Sastra

SURYA.co.id – Serius, menyenangkan, dan bermakna. Itulah ungkapan yang cocok untuk acara Seminar Nasional Nitisastra IV.

Menghargai Identitas Kebhinekaan dalam Perubahan Masyarakat Melalui Pendidikan, Bahasa dan Sastra Indonesia menjadi tema seminar yang digelar Sabtu (19/10/2019).

Bertempat di Aula AVA Gedung E6 Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang (UM), acara diawali dengan pemaparan materi oleh Sungkono, Marsda TNI dan Deputi Ketahanan Nasional tentang strategi membangun karakter kebangsaan.

Menurut Sungkono, membangun daya juang bangsa adalah salah satu strategi membangun karakter bangsa.

Seminar Nasional Nitisastra IV di Universitas Negeri Malang; Membentuk Karakter Bangsa lewat Sastra

Dok. M Zainudin//Seminar Nasional Nitisastra IV di Universitas Negeri Malang; Membentuk Karakter Bangsa lewat Sastra 

Ada banyak faktor yang memengaruhi pembentukan daya juang bangsa, yaitu daya saing, produktivitas, motivasi, mengambil risiko, perbaikan, ketekunan, dan terus belajar.

“Poin penting dari komponen itu adalah kegiatan literasi yang harus terus dilakukan sehingga menjadi budaya yang baik. Belajar dengan membaca rujukan-rujukan yang tepercaya, menjadi hal yang harus dibiasakan sehingga tidak mudah terpapar berita-berita hoax,” tutur Sungkono.

Pemateri kedua adalah Wahyudi Siswanto, Guru Besar Ilmu Sastra UM, yang menyampaikan materinya dengan suasana yang menyenangkan.

Paparan materi diawali dengan sebuh cerita di Brussel.

“Ada sebuah patung atau boneka yang disebut Mennekin Pis, patung bocah kecil yang sedang pipis. Orang-orang yang berkunjung ke sana selalu menyempatkan foto dan ada pernyataan jika belum foto dengan patung itu, belum dianggap berkunjung ke Belgia. Patungnya berukuran 60 cm dan letaknya bukan di tempat umum yang diberi taman bagus, tetapi di pojok jalan yang sempit,” ujar Wahyudi.

Patung itu menjadi terkenal karena cerita. Dikisahkan, saat Brussel akan diserang kekuatan asing dengan meriam yang diprediksi akan meluluhlantahkan kota, ada bocah laki-laki yang mengencingi sumbu meriam, sehingga sumbunya mati dan kota Brussel selamat.

Wahyudi menuturkan, untuk membangun karakter bangsa, anak harus diakrabkan dengan sastra.

“Indonesia memiliki cerita rakyat yang tidak kalah hebat dengan negara-negara maju, tetapi juga harus ada analisis kritis terhadap cerita rakyat itu karena berpengaruh terhadap pembentukan mental bangsa,” katanya.

Gede Robi Navicula, aktivis lingkungan, musisi, dan pencipta lirik lagu dari Ubud Bali, adalah pemateri terakhir yang “mengamini” paparan Wahyudi.

Menurutnya, teknologi-teknologi warisan nenek moyang banyak yang terputus karena kurangnya rasa peduli untuk melestarikan dan menuturkan kepada generasi selanjutnya.

“Setuju atau tidak, kalau ingin melestarikan budaya Indonesia, yang harus kita lestarikan adalah ekosistemnya. Contohnya, hutan dan isinya, laut dan isinya. Bagaimana laut sebagai rumah kita sekarang sudah tidak lagi dihuni ikan tetapi sampah plastik yang ditelan ikan-ikan hingga akhirnya mati,” tuturnya bersemangat.

Menyelamatkan keanekaragaman hayati bisa dilakukan dengan adanya regulasi pemerintah yang mendukung arah perubahan yang lebih baik, masyarakat ikut terjun ke lapangan, dan dukungan dari perusahaan.

Moh Zainudin Staf Pengajar Stikes Bina Sehat PPNI Mojokerto zenika59@gmail.com

Sumber dari: https://surabaya.tribunnews.com/2019/10/26/seminar-nasional-nitisastra-iv-di-universitas-negeri-malang-membentuk-karakter-bangsa-lewat-sastra?page=all

Leave a Reply

Your email address will not be published.