Ngabuburit Cap Velodrome

scan00005_1

Koran Surya 22 Juni 2016

Koran Surya 22 Juni 2016

Ngabuburit Cap Velodrome

Artikel : Rintahani Johan Pranada Mahasiswa 
Pascasarjana Universitas Negeri Malang fb.com/joe pradana

Koran Surya 22 Juni 2016

MENANTI   waktu berbuka kerap dihabiskan dengan cara beragam oleh banyak orang. Ada yang memilih berburu takjil, membaca ayat suci Al Quran di mushala, hingga rupa-rupa aktivitas lainnya. Sembari menunggu kumandang adzan maghrib,saya memilih untuk jalan-jalan ke pasar buku bekas, dan pasar buku Velodrome Malang.

Pasar buku yang tak jauh dari Perumahan Sawojajar ini merupakan satu dari dua pasar buku yang  cukup masyhur di Malang. Bila dipasar buku Wilis, dapat ditemukan buku-buku relatif baru, di pasar buku Velodrome pengunjung bisa berburu buku antik dan langka yang mungkin, sudah tak terbit dan beredar di pasaran.

Maklum saja, bagi mahasiswa sejarah seperti saya, banyak data dan peristiwa yang terangkum dalam buku-buku lawas. Sehingga kerap kali pasar buku menjadi pilihan tepat. Ada salah satu ternpat di pasar buku Velodrome yang kerap menjadi tujuan saya mencari bahan penulisan tugas.

Tanpa plakat nama, namun koleksi yang dipajang di etalase depan mampu mengundang para pencari buku manipir dan melihat-lihat koleksi yang ada. Bila cocok dengan kondisi buku dan harga yang ditawarkan, silakan bawa pulang sebagai bahan bacaan. Saya menyebutnya toko buku Pak Yana.

Sore itu sembari menunggu waktu berbuka saya melihat-lihat beberapa koleksi buku milik Pak Yana. Mulai dari buku bertema sastra, sejarah, filsafat hingga politik. Sekali lagi, bila harga cocok buku bisa dibawa pulang.

Pak Yana mengaku sudah belasan tahun berjualan buku. “Awalnya jualan buku-buku pelajaran sekolah karena buku pelajaran sekolah pasti laku dan sering dicari. Namun lambat laun saya juga harus punya ciri khas pada koleksi buku yang saya jual, karena hampir kebanyakan pedagang menjajakan buku-buku pelajaran sekolah,” ungkapnya.

WARISAN SRIWIJAYA

Dari penuturan Pak Yana, saya mendapat informasi bahwa dulu para pedagang buku, baik yang di Wilis maupun Velodrome bermu-la dari penjual buku di sekitaran alun-alun Kota Malang. “Dulunya
di alun-alun, kemudian direlokasi ke jalan Majapahit dan Sriwijaya” tuturnya.

Relokasi selanjutnya memaksa pedagang pindah. Pedagang di Jalan Majapahit direlokasi ke Wilis
dan pedagang di Jalan Sriwijaya menempati kios-kios di Velodrome. “Pemindahan ini sudah diatur dalam Perda. Sehingga pasar buku yang ada di Kota Malang ini legal,” kata Pak Yana.

Aakhimya saya mendapatkan buku yang berkisah tentang gerilya Panglima Soedirman, tulisan TB Simatupang. Buku ini terbilang langka dan umumya mencapai separo abad. Setelah tawar-menawar dan cocok, akhirnya buku itu bisa saya bawa pulang. “Semoga bukunya bermanfaat ya, jarang-jarang ada yang masih mau baca-baca buku tua,” komentar Pak Yana.

Ngabuburit ke Pasar Buku merupakan aktivitas yang tak kalah menarik. Sembari menunggu waktu berbuka, kita bisa mendapat beragam pengetahuan maupun informasi dari lembaran-lembaran buku tua yang mungkin sudah tak ada lagi di pasaran, sekaligus meningkatkan budaya baca.

(http:/1surabaya. trihunnews.com/2016/06/21/beginilah-ngabuburit-cap-velodrome-malang)    Rintahani Johan Pranada Mahasiswa Pascasarjana Universitas Negeri Malang fb.com/joe pradana

Leave a Reply

Your email address will not be published.