Mengenal Budaya Uger, Tata Cara Pembuatan Topeng Malangan yang Sarat Hal Mistis

MALANG – Bagi orang awam, pembuatan sebuah topeng mungkin dianggap hal yang biasa. Namun, ternyata pembuatan topeng khususnya Topeng Malangan penuh akan tradisi-tradisi budaya yang bisa dibilang sarat dengan hal mistis. Di salah satu sanggar seni pembuatan topeng sekaligus padepokan di wilayah Kabupaten Malang ternyata masih ada yang menjalankan budaya tersebut.

Melihat proses pembuatan Topeng Malangan

Di Padepokan Asmoro Bangun, yang berada di Dusun Kedung Monggo, Desa Karang Pandan, Pakisaji, Kabupaten Malang, ini salah satunya. Sanggar seni dan padepokan milik Tri Handoyo, 40, ini adalah salah satu lokasi yang masih menjalankan budaya Uger di Malang turun temurun sejak tahun 1900 an. Handoyo dibantu beberapa keluarganya yang juga masih satu garis keturunan membuat sendiri topeng yang ia jual maupun yang digunakan penari di pertunjukan.

Menurut Handoyo, tidak semua pembuatan Topeng Malangan melalui tradisi ini. “Karena itu memang sudah tradisi yang kami jalankan, jadi kita memang harus mempunyai tahapan tahapan tertentu yang digunakan untuk mengerjakan topeng yang digunakan untuk menari, kalau untuk topeng pesanan biasa itu ya tidak,” ujarnya ditemui Senin, (4/1). Hal ini dikarenakan, ia masih percaya bahwa kesenian topeng ini adalah sarana leluhur untuk menyampaikan pesan.

Seorang seniman sedang membuat Topeng Malangan

Ada empat jenis topeng yaitu Antagonis, Protagonis, Abdi, hingga Bentuk Binatang. Topeng tersebut diakui Handoyo kini memang lebih mengangkat karakter dari cerita Panji dari Jawa Timur yang kisahnya hampir sama dengan kisah Ramayana-Mahabarata. Ditanya tentang mana yang tersulit, dirinya hanya mengaku dalam prosesnya, ia lebih mengandalkan rasa daripada teknik.

“Kalau untuk membuat topeng yang dibuat untuk menari itu memang kalau saya rasakan, setelah pemilihan hari yang baik, nanti pasti sudah terlihat mana bentuk kayu yang sesuai dengan karakter yang akan kita buat,” jelas Handoyo.

Seperti dalam proses menggergaji, bagian kayu yang mana dan seperti apa yang sesuai dengan karakter yang akan dia buat, menurut Handoyo akan terlihat sejak awal bahkan sebelum ia menentukan sebuah jenis karakter.

“Jadi bukan kita yang menentukan karakternya, tapi sudah ditentukan oleh kayunya sejak awal, sudah kelihatan, makanya itu prosesnya sebenarnya sangat cepat,” urainya.

Berbeda dengan Kampung Topeng yang lebih memakai fiber cetak, di tempatnya sendiri masih memilih cara tradisional yaitu mengukir manual memakai kayu. Untuk pesanan biasa, ia mengatakan banyak memakai kayu sengon.

Namun, untuk topeng yang digunakan menari, ia mengaku memilih jenis kayu-kayu yang baik dan bagus kualitasnya. Hasilnya, topeng miliknya pun dipercaya mengikuti Festival Internasional Panji/Inao Asia Tenggara yang diadakan di Thailand. Bahkan topeng buatannya pernah menjelajah hingga Rusia.

Handoyo melanjutkan, dalam pembuatan topeng yang digunakan untuk menari, prosesi pemilihan kayu diawali dengan menancapkan pasak bambu ke dalam suatu pohon yang dikehendaki akan dibuat bahan membuat topeng.

“Pokoknya harus menancap, jadi sore kita tancapkan, besok pagi dilihat, juga biasanya ditambah sesaji berupa beberapa jenis bunga,” tutur pria yang juga mengajar sebagai dosen seni di Universitas Negeri Malang (UM) ini.

Bila esok pagi pasak bambu masih menancap berarti pohon tersebut bisa digunakan, namun sebaliknya bila pasak bambu terlepas, artinya kayu dari pohon tersebut tidak bisa digunakan sebagai bahan pembuatan topeng.

“Kami percaya, tumbuh-tumbuhan pun ada yang menempati, sehingga kita tidak boleh memaksa,” katanya.

Usai proses awal, dilanjutkan dengan pemilihan hari untuk proses pembuatan. Bila sudah ditentukan hari baiknya, langsung pembuatan topeng dilakukan.

“Setelah pembuatan topeng selesai, baru topeng yang baru jadi ini dibawa ke punden, kemudian nanti juga ada sesaji yang kita sampaikan kepada leluhur, bahwa topeng baru ini akan dipakai untuk menari, sehingga mereka, para leluhur ini kalau ingin menari dengan kita, ya sudah tahu, jadi mereka (leluhur) ini tidak akan bingung,” tukas Handoyo.

Prosesi di atas sekaligus mengakhiri prosesi akhir pembuatan topeng khusus untuk menari. Usai ritual, topeng pun sudah bisa dibuat pertunjukan.

Budaya pembuatan topeng ini sendiri dinamakan budaya uger. Uger dan Gebyak dulunya jadi satu kesatuan dengan budaya Barikan, yaitu budaya yang diikuti seluruh pemangku dan masyarakat desa di mana mereka akan saling berdoa untuk keselamatan desa.

Barikan dilakukan pagi hari setelah pada malam harinya dilaksanakan tradisi gebyak. Tradisi ini akan diikuti semua warga yang dikumpulkan di punden untuk mendoakan keselamatan desa.

“Mungkin masih banyak perajin topeng muda yang tidak tahu akan semua prosesi di atas, namun kalau saya karena diturunkan secara turun temurun, jadi istilahnya meneruskan budaya dan tradisi yang sudah dipatri sejak dulu kala,” tutupnya.

Sumber dari: https://radarmalang.id/mengenal-budaya-uger-tata-cara-pembuatan-topeng-malangan-yang-sarat-hal-mistis/

Leave a Reply

Your email address will not be published.